Neraca Perdagangan Indonesia Surplus 61 Bulan Berturut-turut

- Neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus US$4,30 miliar pada Mei 2025.
- Surplus komoditas nonmigas senilai US$5,83 miliar menjadi penopang utama.
- Nilai ekspor Indonesia Januari–Mei 2025 naik 6,98 persen dibandingkan dengan periode sama pada 2024.
Jakarta, FORTUNE - Kinerja perdagangan Indonesia kembali mencatatkan hasil positif. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan pada Mei 2025 mengalami surplus senilai US$4,30 miliar, menandai rekor surplus selama 61 bulan berturut-turut.
“Neraca perdagangan Indonesia telah mencatat surplus selama 61 bulan berturut-turut semenjak Mei 2020,” demikian Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, dalam konferensi pers.
Pudji menjelaskan, surplus pada Mei 2025 ditopang oleh kinerja solid komoditas nonmigas yang mencatatkan surplus US$5,83 miliar. Komoditas utama penyumbang surplus adalah bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewani/nabati, serta besi dan baja.
"Pada saat yang sama, neraca perdagangan komoditas migas tercatat defisit US$1,53 miliar. Penopang defisit tersebut hasil minyak dan minyak mentah,” ujarnya.
Secara kumulatif, neraca perdagangan sepanjang Januari hingga Mei 2025 mencatatkan total surplus US$15,38 miliar. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar US$2,32 miliar jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kinerja ekspor kumulatif Januari-Mei 2025 mencapai US$111,98 miliar, atau naik 6,98 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2024. Ekspor nonmigas menjadi motor utama dengan nilai mencapai US$106,06 miliar, naik 8,22 persen.
Di sisi lain, total nilai impor pada periode Januari-Mei 2025 tercatat mencapai US$96,60miliar, atau naik 5,45persen secara tahunan. Impor nonmigas juga mengalami kenaikan 7,92 persen menjadi US$82,96 miliar.
Berdasarkan mitra dagang, Amerika Serikat menjadi negara penyumbang surplus terbesar bagi Indonesia dengan nilai US$7,08 miliar, diikuti oleh India (US$5,30 miliar) dan Filipina (US$3,69 miliar).
Sementara itu, Cina masih menjadi negara penyumbang defisit terdalam bagi Indonesia dengan nilai US$8,15 miliar, diikuti oleh Singapura (US$2,79 miliar) dan Australia (US$2,11 miliar).