Jakarta, FORTUNE — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengupayakan pemulangan paksa Adrian Asharyanto Gunadi, mantan Direktur Utama PT Investree Radhika Jaya (Investree), yang kini berstatus buronan dan red notice. Ironisnya, Adrian saat ini justru diketahui menjabat sebagai CEO di JTA Investree Doha Consultancy, sebuah perusahaan di Qatar.
Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, menegaskan bahwa OJK terus mendorong proses pemulangan Adrian melalui kerja sama lintas lembaga.
“Sebagai tindak lanjut upaya penegakan hukum, OJK terus mendorong proses pemulangan Sdr. Adrian ke Indonesia melalui kerja sama dengan otoritas terkait,” kata Ismail dalam pernyataan resminya, Jumat (25/7).
Adrian telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan (DPJK) OJK dalam kasus dugaan tindak pidana penghimpunan dana tanpa izin, sebagaimana diatur dalam Pasal 46 Undang-Undang Perbankan.
OJK pun menyayangkan langkah otoritas di Qatar yang memberikan izin kepada Adrian memimpin perusahaan, meskipun status hukumnya di Indonesia telah jelas.
“OJK menyesalkan pemberian izin oleh instansi terkait di Qatar kepada Sdr. Adrian untuk menjabat sebagai CEO di JTA Investree Doha Consultancy mengingat status hukum yang telah diberikan kepada yang bersangkutan di Indonesia,” ujar Ismail.
OJK berkomitmen meningkatkan koordinasi dengan aparat penegak hukum dan pihak terkait lainnya untuk memastikan Adrian dapat dimintai pertanggungjawaban pidana maupun perdata di Tanah Air.
Posisi baru Adrian sebagai CEO terpampang jelas pada laman resmi JTA Investree Doha Consultancy. Dalam profilnya, ia digambarkan sebagai wirausahawan berpengalaman yang memimpin pertumbuhan teknologi finansial di Asia Tenggara.
Perusahaan yang dipimpinnya di Qatar adalah hasil kerja sama strategis yang dijalin sebelum kasus Investree mencuat. Pada Oktober 2023, induk usaha Investree di Singapura menerima pendanaan Seri D senilai lebih dari €220 juta (sekitar Rp3,6 triliun) yang dipimpin JTA International Holding, yang kemudian melahirkan perusahaan patungan tersebut.
Sebelumnya, OJK telah menjatuhkan sanksi tegas kepada Adrian, meliputi larangan menjadi pihak utama di sektor jasa keuangan, pemblokiran rekening, dan penelusuran aset. Sanksi ini menyusul pencabutan izin usaha Investree pada 21 Oktober 2024 karena gagal memenuhi ekuitas minimum dan berbagai pelanggaran lain.
“OJK berkomitmen untuk menciptakan industri jasa keuangan yang sehat dan berintegritas. Setiap bentuk pelanggaran terhadap ketentuan akan ditindak tegas untuk menjaga kepercayaan publik,” kata Ismail.