Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
20251113_131904000_iOS.jpg
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM Todotua Pasaribu dalam Regional Investment Forum Series: Forum Investasi Nasional 2025 di Bandung pada Kamis (13/11). (Dok. BKPM)

Intinya sih...

  • Perusahaan yang memanfaatkan fasilitas insentif harus ikut memperkuat dunia pendidikan tinggi.

  • Kolaborasi antara industri dan perguruan tinggi menjadi kebutuhan mendesak.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah meminta perusahaan penerima insentif investasi mengambil peran lebih besar dalam memperkuat riset dan pengembangan talenta Indonesia. Pasalnya, terdapat rencana implementasi kebijakan baru pada 2026 menyusul gelontoran insentif fiskal bernilai masif—mencapai sekitar Rp1.300 triliun dalam satu tahun terakhir.

Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Todotua Pasaribu, menyatakan perusahaan yang memanfaatkan fasilitas insentif mulai tahun depan harus ikut berkontribusi pada dunia pendidikan tinggi.

“Kami dorong adanya program beasiswa dan riset bersama,” kata Todotua dalam keterangan resminya, Jumat (14/11).

Menurutnya, kemampuan riset Indonesia masih tertinggal. Walhasil, industri hilirisasi, teknologi smelter, hingga kecerdasan buatan masih mengandalkan teknologi dari luar negeri. Karena itu, kolaborasi antara industri dan perguruan tinggi menjadi kebutuhan mendesak.

Todotua menjelaskan inisiatif ini merupakan tindak lanjut dari kerja sama antara Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, serta Himpunan Kawasan Industri.

“MoU-nya sudah kami tanda tangani, dan tahun ini kita siapkan mekanismenya. Tapi jangan berhenti di seremoni. Tahun depan programnya harus berjalan,” ujarnya.

Pemerintah telah memberikan dukungan besar kepada dunia usaha melalui berbagai fasilitas fiskal, termasuk tax holiday dan pembebasan bea masuk barang modal. Konsolidasi insentif dari Oktober 2024 hingga Oktober 2025 mencapai sekitar Rp1.300 triliun—angka yang menurut Todotua merupakan bentuk komitmen negara dalam menarik investasi berkualitas.

“Kami memberikan insentif bukan tanpa alasan. Itu semua adalah potensi penerimaan negara yang kita kembalikan demi tujuan strategis,” katanya.

Namun, Todotua mengatakan hilirisasi tidak dapat terus bergantung pada pemberian insentif. Tanpa riset dan inovasi lokal yang matang, Indonesia akan tetap bergantung pada teknologi impor. Ia mencontohkan industri nikel di Morowali yang telah memiliki lebih dari 50 smelter, tapi belum banyak memanfaatkan hasil riset domestik.

“Ini yang harus kita benahi. Dunia usaha harus menjadi bagian dari ekosistem riset kita,” ujarnya.

 

Editorial Team