Jakarta, FORTUNE - Pemerintah Indonesia tengah bersiap membentuk Komite Keuangan Berkelanjutan (Sustainable Finance Committee/SFC) sebagai strategi memperkuat arus pembiayaan untuk proyek-proyek hijau, dengan target menarik lebih banyak investasi swasta dan internasional.
Komite ini dipersiapkan oleh Kementerian Keuangan, bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia, serta didukung oleh Green Finance Institute (GFI) dari Inggris.
Pembentukan komite tersebut didasarkan pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023, dan akan menjadi lembaga kunci dalam mempercepat pembiayaan iklim. "Mengingat kesenjangan yang signifikan ini, mobilisasi investasi sektor swasta menjadi sangat krusial,” ujar Adi Budiarso, Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan dalam keterangan tertulis (13/5).
Laporan Climate Budget Tagging (CBT) yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan untuk periode 2018–2023, alokasi anggaran tahunan rata-rata untuk kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan iklim hanya sekitar 3,2 persen dari APBN, atau setara dengan Rp89,2 triliun (sekitar US$5,9 miliar) per tahun.
Hingga tahun 2023, total belanja publik untuk inisiatif iklim mencapai Rp702,9 triliun (US$46,9 miliar). Namun demikian, kontribusi publik ini hanya mencakup 16,4 persen dari total investasi yang dibutuhkan untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia, sehingga masih terdapat kekurangan sebesar 83,6 persen yang diharapkan dapat dipenuhi melalui pembiayaan swasta dan internasional. Dengan demikian, kesenjangan pembiayaan iklim yang sangat besar masih menjadi tantangan.