Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IMG-20251223-WA0025.jpg
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. (IDN Times/Triyan).

Intinya sih...

  • Sempat terjadi ketidaksinkronan kebijakan antara pemerintah dan BI.

  • Likuiditas senilai Rp276 triliun telah diguyurkan ke sistem keuangan.

  • Koordinasi antara kebijakan fiskal dan moneter akan diperkuat.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa, mengakui adanya ketidaksinkronan kebijakan antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) yang menyebabkan pemulihan ekonomi nasional sepanjang 2025 berjalan di bawah ekspektasi. Padahal, pemerintah telah menyuntikkan likuiditas besar-besaran ke dalam sistem keuangan.

Purbaya menjelaskan, perekonomian Indonesia mengalami perlambatan signifikan sejak awal 2025 hingga September tahun sama. Guna meredam tekanan tersebut, pemerintah menempatkan likuiditas sekitar Rp200 triliun di perbankan untuk disalurkan sebagai kredit kepada masyarakat. Namun, ia mengakui hasil dari injeksi tersebut belum mencapai level optimal.

“Dengan perubahan kebijakan dari kami yang kemudian dibantu oleh bank sentral, ekonomi kita berhasil pulih dengan cukup baik. Tapi memang, injeksi likuiditas yang kita tempatkan di perbankan itu belum seoptimal yang saya duga sebelumnya,” ujar Purbaya dalam taklimat media di kantor Kementerian Keuangan, Rabu (31/12).

Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tersebut menegaskan hambatan koordinasi kini telah teratasi melalui penguatan komunikasi dengan bank sentral. Efektivitas sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter diklaim mulai menunjukkan hasil positif dalam satu bulan terakhir.

Pada September lalu, pemerintah menambah dorongan likuiditas sebesar Rp76 triliun kepada perbankan. Namun, dalam perjalanannya, sebanyak Rp75 triliun ditarik kembali untuk segera dibelanjakan melalui program pemerintah pusat dan daerah. Strategi ini diambil agar dana tidak mengendap di perbankan, melainkan langsung mengalir ke sektor riil.

“Uangnya masuk ke sistem lagi lewat belanja pemerintah pusat dan daerah. Dampaknya ke ekonomi justru bisa lebih positif,” kata Purbaya.

Secara akumulatif, total likuiditas yang ditempatkan pemerintah sepanjang 2025 mencapai Rp276 triliun.

Purbaya menjamin penguatan koordinasi dengan Gubernur BI dilakukan tanpa mencederai independensi kebijakan moneter. Fokus utama saat ini adalah memastikan setiap langkah fiskal selaras dengan arah kebijakan bank sentral agar tidak terjadi tumpang tindih yang merugikan iklim usaha.

Selain pembenahan internal, pemerintah kini lebih aktif menyerap aspirasi pelaku usaha. Respons positif mulai terlihat dari kembalinya minat investasi, terutama dari investor asal Singapura dan beberapa negara tetangga lainnya.

“Jika dijelaskan secara konsisten, iklim investasi akan bergerak semakin baik. Peraturan yang mengganggu akan kita deteksi dan perbaiki secepatnya,” ujarnya.

Meski penerimaan pajak diakui masih di bawah target akibat kontraksi ekonomi pada sembilan bulan pertama 2025, Purbaya menyebut hal tersebut sebagai langkah sadar menjaga momentum pemulihan melalui kebijakan kontra-siklus.

Dengan fondasi koordinasi yang kini lebih kokoh, Purbaya optimistis laju pemulihan ekonomi akan terakselerasi pada tiga bulan pertama tahun depan. Ia bahkan memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu menembus level 6 persen atau lebih pada kuartal I-2026.

“Tujuan kami mengembalikan ke kondisi normal. Sinkronisasi kebijakan dan dampak belanja yang berputar di sistem akan memperjelas arah pemulihan kita,” katanya.

Editorial Team