Jakarta, FORTUNE - Retno Marsudi menyoroti kesenjangan besar dalam pendanaan sektor air global. Mantan Menteri Luar Negeri Indonesia yang kini menjabat sebagai Utusan Khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk urusan air itu mengatakan dunia saat ini menghadapi kekurangan investasi yang sangat signifikan untuk penyediaan air bersih dan sanitasi.
Kebutuhan investasi global untuk sektor air mencapai US$600 miliar - 1 triliun per tahun, tapi dana yang tersedia saat ini baru US$300 miliar - 400 miliar. Artinya, masih terdapat kekurangan antara US$300 miliar hingga US$600 miliar setiap tahunnya.
“World Bank mencatat bahwa negara berkembang hanya mengalokasikan sekitar 0,5 persen dari GDP mereka untuk infrastruktur air,” katanya dalam acara Indonesia International Sustainably Forum (ISF) 2025 di Jakarta, Jumat (10/10).
Lebih jauh, 91 persen dari total belanja tahunan sektor air masih bergantung pada pendanaan publik, sementara partisipasi sektor swasta terbatas. Pasalnya, air kerap dianggap sebagai investasi berisiko tinggi dengan tingkat pengembalian rendah. Namun, menurutnya, pandangan tersebut keliru.
“Investasi di sektor air bukan hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga memberi dampak pada pendidikan, kesetaraan gender, dan ketahanan iklim,” ujarnya.
Ia mengutip laporan Bank Dunia yang menunjukkan setiap US$1 investasi pada sektor air di Afrika mampu menghasilkan pengembalian hingga US$7.
Karena itu, Retno mendorong peningkatan investasi melalui skema blended finance yang menggabungkan sumber publik dan swasta tanpa mengesampingkan kepentingan masyarakat.
Dia pun menegaskan pentingnya konferensi air PBB berikutnya yang akan digelar di Uni Emirat Arab pada Desember 2026.
Konferensi tersebut akan menghadirkan satu tim tematik khusus untuk membahas investasi air secara global.
Retno melihat isu air kini mulai ditempatkan dalam agenda politik tingkat tinggi, dengan komitmen global yang semakin kuat untuk mempercepat pencapaian target pembangunan berkelanjutan.
Meski begitu, ia mengingatkan kemajuan tersebut belum cukup menjawab kompleksitas persoalan air dunia.
“Kita sudah memiliki pengetahuan, alat, dan modal untuk mengatasinya. Yang dibutuhkan sekarang adalah tekad politik kolektif, konsistensi, dan aksi bersama,” katanya.
Retno menutup dengan pesan kuat bahwa air bukan hanya sektor teknis, melainkan penghubung lintas isu global seperti perubahan iklim, kesehatan, ketahanan pangan, energi, hingga migrasi.
“Menyelesaikan persoalan air berarti memperjuangkan dunia yang lebih adil, berkelanjutan, dan sejahtera. Mari kita bertindak dengan kecepatan — bukan karena ketakutan, tetapi karena harapan,” ujarnya.