Jakarta, FORTUNE - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memproyeksi kinerja sektor manufaktur nasional bakal kembali menguat pada kuartal IV-2025, didorong injeksi dana likuiditas Rp200 triliun ke perbankan yang diharapkan mampu menggerakkan roda perekonomian.
Menurut Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, sektor manufaktur, sebagai kontributor terbesar perekonomian Indonesia, telah menunjukkan sinyal pemulihan sejak kuartal II-2025.
Pada periode tersebut, pertumbuhan manufaktur mencapai 5,68 persen (year-on-year/YoY), tertinggi sejak 2022 dan lebih baik dibandingkan dengan kuartal II-2024 yang mencapai 4,43 persen (YoY).
“[Sektor manufaktur] mungkin [kuartal III] akan melambat sedikit, tapi [kuartal IV] akan tumbuh lebih cepat lagi seiring perbaikan ekonomi dan perbaikan demand, karena suplai uang ditambah di sistem perekonomian,” kata Purbaya dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (22/9).
Optimisme tersebut diperkuat oleh meningkatnya permintaan domestik dan keberhasilan penetrasi pasar ekspor, terutama produk hasil hilirisasi. Beberapa subsektor manufaktur bahkan mencatat kinerja impresif. Industri logam dasar tumbuh 14,9 persen (YoY), didorong lonjakan permintaan ekspor komoditas hilirisasi.
Industri makanan dan minuman naik 6,2 persen (YoY) berkat tingginya permintaan domestik maupun ekspor produk kelapa sawit, minyak goreng, dan olahan lainnya. Sementara itu, industri kimia tumbuh 9,4 persen (YoY), dipacu kebutuhan domestik untuk produk farmasi.
Selain faktor domestik, pemulihan global juga memberi angin segar. Aktivitas manufaktur dunia mulai kembali ekspansif.
Berdasarkan laporan S&P Global, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur global mencapai 50,6 pada Agustus 2025 alias berada pada zona ekspansi. Wilayah Eropa bahkan untuk pertama kalinya sejak pertengahan 2022 mencatat pemulihan, disusul negara-negara G20 dan ASEAN yang menunjukkan tren serupa.
Di dalam negeri, PMI manufaktur Indonesia terkerek ke level 51,2 pada Agustus 2025 setelah empat bulan sebelumnya terjebak di bawah ambang batas 50 yang menandakan kontraksi.
“Sepertinya global tidak seburuk yang ditakutkan selama ini. Mereka mulai recovery. Kalau hitungan saya tidak salah, pemulihannya akan sangat lama. Siklus bisnis itu di Amerika biasanya 10 tahun, mereka mulai ekspansi 2023 sampai 2030 akan aman,” kata Purbaya.
Ia menambahkan, tren penurunan suku bunga acuan oleh Federal Reserve juga akan memberi stimulus tambahan bagi ekonomi global, termasuk Indonesia. Menurutnya, hal ini akan menular ke negara mitra dagang utama seperti Cina, Jepang, dan Korea yang selama ini menjadi penggerak rantai pasok industri Indonesia.
“Indonesia mestinya makin berani ke depan untuk ekspansi karena permintaan domestik kuat, sementara ketidakpastian global sudah jauh berkurang,” kata Purbaya.