Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Manufaktur Indonesia Lesu 4 Bulan Beruntun, Permintaan Domestik dan Ekspor Anjlok

Ilustrasi Kondisi Pabrik Sektor Manufaktur Otomotif. (Unsplash/Appliances)
Ilustrasi Kondisi Pabrik Sektor Manufaktur Otomotif. (Unsplash/Appliances)
Intinya sih...
  • Sektor manufaktur Indonesia mengalami kontraksi pada Juli 2025, dengan indeks PMI berada pada level 49,2.
  • Tarif AS dan pelemahan daya beli konsumen global menjadi faktor tekanan terhadap sektor manufaktur Indonesia.
  • Pelemahan permintaan juga berdampak pada ketenagakerjaan dan persediaan di sektor manufaktur Indonesia.

Jakarta, FORTUNE - Kinerja sektor manufaktur Indonesia kembali terkontraksi pada Juli 2025, menandai bulan keempat berturut-turut industri nasional berada dalam tren pelemahan. Laporan terbaru S&P Global menunjukkan Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia berada pada level 49,2, sedikit membaik dari Juni (46,9), tapi masih di bawah ambang batas ekspansi 50,0.

Pelemahan ini terutama didorong oleh terus turunnya pesanan baru, anjloknya permintaan ekspor, dan kenaikan biaya produksi yang signifikan.

"Data survei bulan Juli menunjukkan bulan negatif lainnya bagi kesehatan ekonomi manufaktur Indonesia. Penurunan output dan pesanan baru tetap terjadi, meski laju kontraksinya lebih lambat dari bulan sebelumnya," kata Ekonom S&P Global Market Intelligence, Usamah Bhatti, dalam keterangannya, Jumat (1/8).

Ia juga menyoroti penurunan baru dalam pesanan ekspor, yang mempertegas lemahnya permintaan luar negeri terhadap produk manufaktur Indonesia.

"Perusahaan tetap dalam mode penghematan, yang tecermin dari penurunan lapangan kerja dan aktivitas pembelian,” ujarnya.

Tekanan terhadap sektor manufaktur Indonesia tidak hanya datang dari sisi permintaan, tetapi juga dari sisi biaya. Harga input melonjak signifikan pada Juli, menjadi yang tertinggi dalam empat bulan terakhir. Kenaikan harga bahan baku dan fluktuasi nilai tukar menjadi faktor utama di balik lonjakan biaya ini.

"Biaya inflasi berada pada level tertinggi selama empat bulan. Harga bahan baku yang lebih tinggi dan pelemahan kurs mendorong produsen untuk menaikkan harga jual, meski inflasi harga output tetap dalam level moderat," kata Bhatti.

Di tengah kondisi ini, optimisme pelaku usaha anjlok ke level terendah sejak April 2012. Kekhawatiran meningkat seiring potensi pemberlakuan tarif baru oleh Amerika Serikat (AS) dan terus menurunnya daya beli konsumen global.

"Keyakinan mengenai tahun yang akan datang pada Juli, berada pada tingkat optimisme terendah sejak April 2012. Perusahaan menyuarakan keprihatinan bahwa tarif AS dan penurunan daya beli klien akan membatasi volume produksi di tahun mendatang," ujarnya.

Dampak pelemahan permintaan mulai terasa pada sisi ketenagakerjaan. Data S&P Global menunjukkan penurunan lapangan kerja pada sektor manufaktur berlanjut pada Juli, meskipun skalanya lebih ringan dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Perusahaan juga semakin mengandalkan stok barang jadi demi memenuhi pesanan, mencerminkan kehati-hatian dalam manajemen inventori.

Perlambatan ini diperparah oleh gangguan rantai pasok global, termasuk konflik Iran-Israel yang memicu keterlambatan pengiriman bahan baku. Survei S&P Global ini dilakukan pada rentang 10-24 Juli 2025.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us