Jakarta, FORTUNE - Upaya Indonesia mempercepat swasembada pangan mendapat dukungan kuat dari Uni Eropa (UE). Dalam International Sustainable Rice Forum (ISRF) 2025 di Ancol, Jakarta, Senin (17/11), Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menegaskan bahwa kemitraan internasional, terutama dengan UE, menjadi unsur penting untuk membangun sistem pertanian yang produktif dan berkelanjutan.
“Termasuk dari Uni Eropa saya kira. Kami memerlukan alat-alat, kami memerlukan knowledge, kami memerlukan mekanisasi, kami memerlukan praktik-praktik baru, kami memerlukan teknologi dan lain-lain,” ujar Zulhas. Ia menekankan bahwa kerja sama tersebut sejalan dengan agenda pemerintah mempercepat swasembada, khususnya pada komoditas beras yang dikonsumsi 90 persen masyarakat Indonesia.
Produksi beras nasional tahun 2025 tercatat 34,77 juta ton, meningkat sekitar 4 persen dibanding tahun sebelumnya dan membuat pemerintah tidak melakukan impor sepanjang tahun. Produksi jagung naik 9 persen, tapi Zulhas mengingatkan bahwa capaian ini masih memerlukan fondasi jangka panjang seperti pencetakan lahan baru, pengembangan varietas unggul, dan kemitraan internasional yang konsisten. “Nah itu perlu waktu tentu, perlu kerja sama semua pihak,” ujarnya.
ISRF yang didanai Uni Eropa dan diimplementasikan Preferred by Nature mendorong adopsi praktik budi daya beras rendah karbon. Upaya ini tidak hanya menekan emisi, tetapi juga meningkatkan efisiensi produksi, sebuah agenda yang kini menjadi fondasi penguatan ketahanan pangan Indonesia.
Sementara itu, Duta Besar UE untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Denis Chaibi, mengatakan penguatan koperasi pertanian menjadi kunci untuk meningkatkan daya saing petani. “Koperasi memberi petani posisi tawar lebih kuat karena mereka bisa membeli benih, mengatur asuransi, dan menekan biaya secara kolektif,” ujarnya.
Chaibi menjelaskan bahwa teknologi rendah karbon dan penguatan skala usaha mampu menekan biaya air, pupuk, dan energi, sekaligus mempersiapkan Indonesia menghadapi kebutuhan konsumsi yang meningkat pada 2026. UE sebelumnya mendanai Low Carbon Rice Project selama empat tahun yang terbukti meningkatkan efisiensi di tingkat petani dan penggilingan. Ia juga mengatakan bahwa Indonesia akan memperoleh keuntungan besar setelah Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia–Uni Eropa (IEU-CEPA) berlaku penuh, yang ditargetkan pada 1 Januari 2027.
“Setelah perjanjian ini diimplementasikan, maka Malaysia akan membayar duties atau cukai, namun Indonesia akan tidak, maka akan menempatkan Indonesia lebih untung,” kata Chaibi, dalam konferens pers, Senin (17/11).
Menurut dia, IEU-CEPA berpotensi meningkatkan ekspor Indonesia hingga 50 persen dalam tiga sampai empat tahun. Sekitar 80 persen produk unggulan, mulai dari minyak sawit berkelanjutan hingga produk pertanian, akan mendapatkan bebas tarif atau preferensi tarif di pasar Eropa. Dampaknya mencakup penciptaan lapangan kerja baru di sektor manufaktur, pertanian, perikanan, logistik, hingga jasa profesional. Perjanjian ini juga akan mempercepat investasi pada energi hijau dan pertanian berkelanjutan, mendukung transisi Indonesia menuju ekonomi rendah karbon.
