Sri Mulyani Waspadai Gagal Bayar Utang AS

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan Indonesia tidak boleh lengah dengan sejumlah fenomena global yang dapat berdampak pada kondisi perekonomian di dalam negeri. Salah satunya debt ceiling atau batas utang Amerika Serikat (AS) yang berpotensi membuat negara tersebut mengalami default atau wanprestasi.
"Terjadinya pembahasan di bidang fiskal seperti debt limit yang terjadi di AS, ini semua jadi faktor yang harus terus diwaspadai," kata Sri Mulyani dalam Forum Indonesia Bangkit Volume 3, Rabu (29/7).
Saat ini AS memiliki utang US$28 trililun atau lebih dari Rp400.000 triliun. Sialnya, negara tersebut belum benar-benar pulih dari Covid-19. Karenanya, AS memerlukan pelonggaran kebijakan agar bisa terus mencicil utangnya sembari menggerakkan perekonomian.
Mengutip Fortune.com, Menteri Keuangan AS Janet Yellen memperingatkan bahwa tumpukan utang tersebut membuat departemennya secara efektif akan kehabisan uang tunai pada 18 Oktober. Karena itu, pemerintah meminta parlemen mengambil tindakan untuk menangguhkan atau meningkatkan batas utang federal.
Hal itu diperlukan agar AS pun terhindar dari ancaman gagal bayar atas kewajibannya.
"Kami sekarang memperkirakan bahwa Kementerian Keuangan kemungkinan akan kehabisan langkah-langkah luar biasa jika Kongres tidak bertindak untuk menaikkan atau menangguhkan batas utang pada 18 Oktober," kata Yellen dalam sebuah surat kepada para pemimpin Kongres.
"Pada saat itu, Departemen Keuangan mungkin akan memiliki sumber daya yang sangat terbatas yang akan cepat habis. Tidak pasti apakah kita dapat terus memenuhi semua komitmen bangsa setelah tanggal itu," tambahnya.
Strategi Kendalikan Utang
Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani juga membeberkan strategi pemerintah untuk tetap menjaga kondisi utang Indonesia dalam batas aman. Pasalnya, dalam upaya mengendalikan pandemi dan memulihkan perekonomian, pemerintah mengandalkan utang dalam pembiayaan APBN
Akumulasi utang pemerintah melonjak dan mencapai Rp6.625,4 triliun per Juli 2021. Rasionya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga terus meningkat. Sebagai perbandingan, pada 2016 total utang pemerintah masih 27,5 persen dari PDB. Namun, saat ini rasionya 40,84 persen
"Kami kendalikan kenaikan utang kita sehingga APBN menjadi sehat kembali," tuturnya.
Salah satu strategi adalah berfokus dalam menjalankan reformasi struktural dan reformasi fiskal pada 2022, serta meminta seluruh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah menggunakan APBN lebih optimal, bukan hanya habis untuk birokrasi dan belanja pegawai.
"Beberapa peraturan perundang-undangan yang penting seperti UU HKPD juga tengah dibahas dengan DPR. Kita mulai bangun akselerasi lagi infrastruktur, namun dengan prioritas makin selektif dan reformasi institusi yang sudah saya sampaikan. Jadi reform ini melengkapi apa yang sudah dilakukan dan jadi makin fokus," tuturnya.
Dari sisi penerimaan negara, ia berharap peningkatan pendapatan pajak dapat digenjot melalui revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Dengan demikian, pemerintah bisa menurunkan defisit fiskal kembali ke bawah tiga persen dan mengurangi penambahan utang.