Pemerintah Terbitkan SUN dan SBSN Lewat Private Placement
Masing-masing bernilai Rp4,5 T dan Rp2 T.
Jakarta, FORTUNE - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) senilai Rp4,5 triliun melalui metode private placement.
Melansir keterangan resmi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Kamis (26/8), ada satu seri SUN yang terbit pada Selasa (24/8). Sementara itu, transaksinya telah dilakukan pada Jumat (20/8).
Apa jenis SUN yang pemerintah terbitkan itu? Bagaimana pokok ketentuan dan persyaratannya? Mari simak ulasan berikut.
1. Rincian SUN yang Pemerintah Terbitkan
Dalam kesempatan tersebut, pemerintah menerbitkan seri FR0082. Menyoal status, SUN seri itu dapat diperdagangkan atau tradable, serta akan jatuh tempo pada 15 September 2030.
Bernilai triliunan, penawaran SUN itu memiliki tingkat imbalan (kupon) 7 persen dengan sifat tetap (fixed rate). Sementara imbal hasilnya atau yield mencapai 6,05 persen.
2. Penerbitan SBSN dengan Cara Private Placement
Sehari sebelumnya, Senin (23/8), pemerintah sudah lebih dulu menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan cara serupa dengan seri FR0082.
Dengan nilai nominal Rp2 triliun saat terbit, SBSN seri PBS-003 itu memiliki imbal hasil 5,26 persen dengan tingkat imbalan tahunan 6 persen. SBSN itu juga termasuk yang dapat diperdagangkan.
Tanggal jatuh tempo PBS-003 adalah 15 Januari 2027, dengan pembayaran imbalan pertama pada 15 Januari 2022. Lalu, pembayaran imbalannya akan berlangsung setiap 15 Januari dan 15 Juli.
3. Tertulis di SKB III Pemerintah dan Bank Indonesia (BI)
Kesepakatan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) III antara Menteri Keuangan, Sri Mulyani dan Gubernur BI, Perry Warjiyo mengenai skema dan mekanisme koordinasi kedua pihak terkait pembiayaan penanganan kemanusiaan dan kesehatan akibat pandemi.
Lewat surat itu, pemerintah dan BI memutuskan melanjutkan skema berbagi beban (burden sharing) demi membiayai APBN 2021 dan 2022.
Pada 2021, BI memutuskan akan membeli Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp215 triliun. Kemudian pada 2022, jumlah SBN yang akan BI bayari mencapai Rp224 triliun.
Sebagai informasi, ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menilai, berlanjutnya burden sharing itu memiliki tiga risiko, yakni tapering off The Fed, risiko inflasi, dan risiko penggunaan burden sharing untuk belanja konsumtif.
Di sisi lain, Perry Warjiyo masih optimis, pembelian SBN di pasar perdana oleh BI tidak bakal memengaruhi kemampuan BI dalam menjalankan kebijakan moneter.