SHARIA

Bio Farma Fokus Kembangkan Farmasi Halal

Sertifikasi farmasi halal perlu digencarkan.

Bio Farma Fokus Kembangkan Farmasi HalalPabrik Bio Farma/Dok. BUMN.Go.id

by Desy Yuliastuti

07 July 2022

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Farmasi halal Indonesia cukup diunggulkan di mata dunia. Direktur Operasi Bio Farma, Rahman Roestan, mengatakan pengembangan farmasi halal domestik saat ini perlu terus ditingkatkan mengingat permintaannya yang tinggi secara global.

"Untuk mengembangkannya, kita harus memikirkan aspek halal mulai dari tahap awal Research and Development (R&D)," katanya dalam International Webinar Halal Pharmaceutical and Healthcare Ecosystem Industry Forum, Rabu (6/7).

Saat ini, lebih dari 90 persen material mentah farmasi domestik diimpor dari Cina, India, Korea, Amerika Serikat, dan Eropa. Titik kritis bahan mentahnya sendiri, yakni zat yang berasal dari hewan dan manusia, misal porcine, plasenta, hingga keratin rambut.

Memperhatikan standar halal

Selain zat, proses penanganan juga sangat memiliki pengaruh. Meski berasal dari sumber halal, jika penanganan tidak sesuai standar halal maka tidak bisa memperoleh sertifikasi halal.

"Bio Farma sendiri merekomendasikan farmasi halal harus didesain dari awal penelitian, harus free animal origin, atau halal by design," katanya.

Oleh karena itu, perlu kolaborasi dengan akademisi, industri, regulator, ulama, hingga komunitas untuk menyukseskan formulasi produk farmasi halal. Di tingkat global sendiri, sejumlah negara Organisasi Kerja sama Islam membuat harmonisasi standarisasi farmasi halal.  

Pertumbuhan sertifikasi halal bagi industri farmasi terbilang sangat tertinggal. Per Maret 2021, jumlah kelompok farmasi (obat dan vaksin) bersertifikat halal sebanyak 2.586 produk. Angka ini sangat rendah, yakni 0,5 persen dari keseluruhan produk bersertifikat halal yang berjumlah 575.560 produk dari seluruh kelompok.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Muti Arintawati, dalam webinar “Obat Halal, Darurat Sampai Kapan?”, dikutip Kamis, (7/7).

Jumlah sertifikasi halal obat meningkat signifikan pada 2019, seiring dengan mulai diimplementasikannya Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).

Kemudian pada 2020 terjadi penurunan seiring dengan keluarnya regulasi turunan UU JPH, yakni Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. Dari 1.891 produk obat pada 2019, menjadi 830 produk obat pada 2020.

Pasal 141 ayat 1 pada PP tersebut menyebutkan adanya penahapan kewajiban bersertifikat halal bagi obat, dengan kurun waktu terlama sampai tahun 2034 untuk produk obat keras. Masa transisi yang cukup panjang diduga menjadi pemicu turunnya angka sertifikasi halal produk obat pada 2020.

Potensi vaksin halal

Indonesia punya potensi besar dalam vaksin halal. Ada sebanyak 14 vaksin halal Indonesia yang telah diakui WHO dan telah diekspor ke lebih dari 150 negara.

"Bio Farma sendiri diakui sebagai salah satu dari kurang dari 30 produsen vaksin dengan standar halal, secara global ada 100 manufaktur vaksin dan hanya 30 yang memenuhi standar halal," katanya.

Pengakuan tersebut membuat Indonesia, khususnya Bio Farma, menjadi salah satu dengan kapasitas terbesar pemasok vaksin halal di negara OKI dan emerging market

Produk vaksin tersebut di antaranya untuk meningitis dan solvent-nya, bcg, flubio, sinovac. Sementara yang masih dalam proses review dan evaluasi adalah vaksin DT, Td, TT, pentabio.

Mengutip data Global Islamic Economy Report 2020/2021 yang menyebutkan bahwa pengeluaran konsumen Muslim untuk makanan dan minuman halal, farmasi dan kosmetik halal, serta pariwisata ramah Muslim dan gaya hidup halal pada 2019 mencapai nilai US$2,2 triliun. Sementara konsumsi produk halal Indonesia pada 2019 mencapai US$144 miliar.