Indonesia Masuk 3 Besar dalam Global Islamic Fintech Report 2022
Prospek fintech syariah di Indonesia kian merekah.
Jakarta, FORTUNE - Global Islamic Fintech Report 2022 yang dirilis Dinar Standard menempatkan Indonesia di peringkat ketiga dari 64 negara, setelah Malaysia dan Saudi Arabia. Posisi Indonesia naik satu peringkat dibandingkan tahun 2021.
Laporan juga menilai ekosistem fintech di Indonesia menjadi yang paling cepat berkembang, khususnya di Asia Tenggara. Salah satu pendorongnya, yakni penerbitan regulasi Fintech Peer to-Peer (P2P) pertama oleh Otoritas Jasa Keuangan Indonesia (OJK) pada 2016, sehingga kepercayaan masyarakat semakin besar
Kemudian diterbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 10/POJK.05/2022 Tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (POJK LPBBTI/Fintech P2P Lending). POJK ini berlaku sejak diundangkan pada tanggal 4 Juli 2022 dan sekaligus mencabut POJK 77/2016.
Sering perkembangan fintech lending syariah membuat istilah pinjam meminjam menjadi kurang tepat. Dengan demikian, perlu dilakukan penyesuaian dengan menggunakan istilah yang lebih universal yakni layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi (LPBBTI). Melalui peraturan baru ini, diharapkan kebutuhan OJK terkait efektivitas dan efisiensi pengawasan dapat lebih optimal.
Dukungan ekosistem
Pertumbuhan industri fintech di Indonesia juga didukung oleh ekosistem yang lengkap. Saat ini terdapat empat asosiasi fintech yang diakui dan ditunjuk sebagai Self-Regulatory Organizations (SRO) oleh regulator.
Keempat asosiasi ini diklasifikasikan berdasarkan jenis layanannya atau model bisnis seperti Asosiasi P2P (AFPI), Asosiasi Crowdfunding Sekuritas (ALUDI), dan Keuangan Digital Asosiasi Inovasi (AFTECH). Selain itu ada juga asosiasi yang menaungi pelaku industri fintech syariah (AFSI).
"Meskipun AFSI diakui sebagai Digital Asosiasi Inovasi Keuangan oleh OJK, AFSI bertindak sebagai rumah bagi semua pemain fintech syariah dan merupakan ekosistem digital yang sesuai dengan syariah di Indonesia," kata Ketua AFSI, Ronald Wijaya dalam keterangannya.
Banyak tantangan
Di sisi lain, industri fintech syariah di Indonesia masih menghadapi tantangan. Pasalnya terjadi perlambatan dalam pertumbuhan pemain fintech syariah di tengah pandemi. Meskipun demikian, Indonesia memiliki jumlah fintech syariah terbanyak dan diakui secara global.
Menurut lansekap dan basis data laporan ini, pertumbuhan keseluruhan di sektor fintech syariah tetap kuat, dengan pertumbuhan pembiayaan lebih dari 130 persen dari 2020 hingga 2021 (yoy).
Pengembangan infrastruktur di fintech syariah juga menunjukkan perkembangan, banyak penyelenggara fintech P2P Syariah yang mulai bekerja sama dengan institusional, baik itu perbankan syariah maupun lainnya.Tercatat ada lebih dari 300 pemain fintech yang sepenuhnya berlisensi di Indonesia.
Selain itu, fintech syariah berkolaborasi dengan penyedia layanan keuangan syariah, seperti bank perkreditan rakyat syariah, Baitul Maal Mattamwil (BMT)--lembaga keuangan mikro syariah, dan bank pembangunan daerah syariah, sehingga diprediksi pertumbuhannya akan tetap kuat.
Pangsa pasar masih rendah
Dari sisi pangsa pasar, Indonesia masih tertinggal dari negara-negara anggota OKI lainnya. Perkiraan ukuran pasar fintech syariah untuk negara-negara OKI pada tahun 2021 adalah US$79 miliar yang mewakili 0,83 persen dari ukuran pasar fintech global saat ini, berdasarkan volume transaksi.
Ukuran pasar fintech syariah untuk negara-negara OKI diproyeksikan tumbuh sebesar 17,9 persen CAGR menjadi US$179 miliar pada 2026. Ini lebih baik dibandingkan dengan CAGR fintech global sebesar 13,5 persen.
Berdasarkan volume transaksi fintech syariah, Indonesia berada di urutan keenam setelah Arab Saudi, Iran, Malaysia, UEA, dan Turki. Secara kolektif, keenam negara ini menyumbang 81 persen dari ukuran pasar fintech syariah OKI.
Perkembangan industri fintech syariah di Indonesia juga mendapat dukungan dari pemerintah, bahkan termasuk dalam agenda nasional. Diprediksi prospek fintech syariah di Indonesia kian merekah.