SHARIA

Menuju Era Wakaf Digital

Potensi wakaf di Indonesia mencapai Rp188 triliun per tahun.

Menuju Era Wakaf DigitalIslamic Financing. Shutterstock/kenary820
18 October 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Inovasi teknologi telah mendorong fenomena digitalisasi di berbagai bidang, termasuk dalam perwakafan. Untuk itu, sebagai upaya mempercepat transformasi wakaf produktif, pengelolaan wakaf harus memanfaatkan teknologi dan platform digital. Demikian disampaikan Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin dalam sambutannya pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Badan Wakaf Indonesia (BWI), Selasa (30/03).

Lebih jauh Wapres menjelaskan, penggunaan platform digital dapat mempermudah para wakif (pihak yang mewakafkan harta benda miliknya) untuk berwakaf. “Pemanfaatan teknologi dan platform digital dalam pengelolaan wakaf juga harus didorong mulai dari tahap pengumpulan sampai pelaporan pemanfaatan wakaf,” ujar Wapres.

Sebagai upaya mempercepat transformasi wakaf tunai, pengelolaan wakaf harus memanfaatkan teknologi dan platform digital. Dalam melakukan pengumpulan wakaf, misalnya, terdapat beberapa platform digital yang dapat digunakan.

Pengumpulan wakaf bisa melalui sistem Quick Response Code (QR Code), platform pembayaran digital atau e-wallet seperti LinkAja Syariah, OVO, e-commerce, platform urun dana (crownd funding), dan lainnya serta proses auto debit rekening perbankan, baik melalui e-banking maupun mobile banking

Mengapa wakaf harus digital?

Pertanyaannya, kenapa wakaf harus menggunakan digital? Berdasar perhitungan BWI, potensi wakaf uang di Indonesia mencapai Rp188 triliun per tahun. Namun, sampai saat ini, pengumpulan wakaf uang baru Rp831 miliar atau kurang dari 0,5 persen potensinya. 

Nilai itu masih sebagian kecil dari potensi aset wakaf per tahun yang bisa mencapai Rp2.000 triliun. Penyediaan platform digital untuk penyaluran wakaf dinilai penting untuk menggali potensi tersebut.

Selain itu, penting memperluas cakupan pemanfaatan wakaf agar tidak lagi terbatas untuk ibadah saja. Namun, pemanfaatannya bisa dikembangkan lagi ke tujuan sosial ekonomi.

Tercatat berbagai platform digital wakaf sudah hadir di Indonesia. Antara lain Rumah Zakat yang meluncurkan waqf.id sebagai sarana yang memudahkan generasi muda dalam berwakaf secara online. Dengan waqf.id, umat muslim dapat membayar wakaf melalui beragam cara, antara lain transfer antar rekening, virtual account, kartu kredit, hingga, e-wallet. Selain itu, masyarakat pun dapat melihat laporan penggunaan dana wakaf di waqf.id.

Penyedia platform digital, seperti Tokopedia, ikut mendukung Gerakan Nasional Wakaf Uang yang diluncurkan pemerintah akhir Januari 2021, dengan menyediakan fitur Wakaf Uang. Tokopedia bekerja sama dengan tiga lembaga pengelola wakaf, yaitu Badan Wakaf Indonesia (BWI), Dompet Dhuafa, dan Rumah Zakat.

”Pengguna bisa berwakaf di Tokopedia mulai dari Rp10.000 hingga Rp100 juta. Pemberi wakaf bisa memilih mitra pengelola wakaf terpercaya dan membayar menggunakan beragam metode pembayaran,” kata Direktur Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah Tokopedia Astri Wahyuni, saat meluncurkan Fitur Wakaf Uang Tokopedia, Rabu (28/4).

Sekuritas Pasar Modal kini juga memberikan fasilitasi wakaf saham secara digital sementara Asuransi Syariah memfasilitasi insurance linked wakaf sebagai bagian dari fitur asuransi syariah. Dalam sektor pembiayaan publik, pemerintah juga meluncurkan Cash Wakaf Linked Sukuk, sukuk negara khusus untuk penempatan dana wakaf, yang dapat dibeli secara online oleh masyarakat pada masa penawaran.

Manfaat digitalisasi pengelolaan wakaf

Digitalisasi tak hanya semata untuk mengumpulkan dana, tapi dapat digunakan dalam memutakhirkan basis data nazhir—pihak yang menerima harta benda dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai peruntukannya. 

“Layanan publik terkait wakaf seperti pembuatan Akta Ikrar Wakaf di Kantor Urusan Agama (KUA), pendaftaran dan pergantian nazhir di BWI dan lain sebagainya juga akan semakin optimal dengan didukung oleh layanan secara online (e-services),” kata Wapres.

Digitalisasi juga diharapkan kelak dapat mengatasi berbagai kendala dalam perwakafan di Indonesia, salah satunya adalah perbaikan proses sertifikasi data aset wakaf. Berdasarkan data, dari jumlah tanah wakaf 397.322 persil, baru 60,22 persen (239.279 persil) yang sudah bersertifikat, sedangkan 39,78 persil (158.043 persil) masih belum bersertifikat.

“Tanah wakaf yang belum bersertifikat berpotensi menimbulkan sengketa, baik dari ahli waris maupun pihak lain, dan bahkan berubah statusnya menjadi bukan wakaf,” ujar Wapres.

Khusus mengenai biaya sertifikasi tanah wakaf, Wapres meminta forum Rakornas BWI mengusulkan agar pemerintah memberikan pembebasan biaya sebagaimana yang telah diterapkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dalam Program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL).

Di sisi lain, peningkatan pemahaman dan kesadaran berwakaf melalui sosialisasi, literasi dan edukasi juga perlu diperbaiki dengan memanfaatkan teknologi dan platform digital.  Terutama dalam menjangkau generasi milenial yang sehari-hari akrab dengan teknologi digital. 

“Sampai saat ini, data literasi wakaf di Indonesia masih termasuk kategori rendah dengan score 50,48, lebih rendah dari literasi zakat yang masuk dalam kategori sedang dengan score 66,78,” katanya.

Related Topics