Jakarta, FORTUNE – Pabrikan otomotif Tesla baru saja mengobral aset Bitcoin dengan total nilai US$936 juta atau lebih dari Rp14 triliun. Namun, CEO Tesla, Elon Musk, mengisyaratkan masih akan kembali membeli Bitcoin di masa mendatang.
“Kami tentu terbuka untuk meningkatkan kepemilikan Bitcoin kami di masa depan,” kata Musk dalam acara earning calls dengan analis, Rabu (21/7), seperti dikutip dari Fortune.com. Meski begitu, Musk mengatakan aset kripto saat ini bukan fokus utama perusahaan karena Tesla berambisi untuk mempercepat transisi ke energi terbarukan.
Pada Februari tahun lalu, Tesla melapor kepada Komisi Sekuritas dan Pertukaran Amerika Serikat (SEC) tentang kepemilikan Bitcoin senilai US$1,5 miliar atau setara Rp22 triliun. Kala itu, pabrikan otomotif menyatakan pembelian Bitcoin akan membantu “diversifikasi lebih lanjut dan memaksimalkan pengembalian uang perusahaan”.
Lalu, pada April Tesla menjual sekitar 10 persen kepemilikan tersebut. Saat ini perusahaan tersebut telah menjual 75 persen dari sisa aset kriptonya.
Chief Financial Officer (CF) Tesla, Zachary Kirkhorn, menyatakan perusahaan menjual Bitcoin untuk "keuntungan yang direalisasikan”. Itu berarti Tesla menjual Bitcoin dengan harga lebih tinggi ketimbang saat menembus aset tersebut.
Meski demikian, dia mengaku Bitcoin milik perusahaan saat ini bernilai jauh lebih rendah ketimbang ketika dibeli. Penurunan harga itu cukup besar untuk mengimbangi keuntungan yang diperoleh Tesla dari penjualan Bitcoin, katanya.
Secara keseluruhan, kata Kirkhorn, perusahaan mendapat hasil bersih penjualan Bitcoin hingga US$106 juta atau lebih dari Rp1,5 triliun. Namun, itu menjadi beban yang berdampak terhadap keuntungan Tesla.
Alasan penjualan
Elon Musk menampik keputusan Tesla menjual Bitcoin karena penurunan nilai mata uang kripto. Dia justru menyalahkan kondisi karantina wilayah yang terjadi di Cina.
“Penjualan Bitcoin Tesla tidak boleh dianggap sebagai vonis terhadap Bitcoin. Hanya saja kami khawatir tentang likuiditas keseluruhan perusahaan karena penutupan di Cina," kata Musk.
Pembatasan kegiatan selama dua bulan di Shanghai, Cina, memang telah mendatangkan malapetaka bagi operasional Tesla. Pabrik perusahaan di wilayah itu harus tutup, dan para pekerjanya diminta untuk tinggal di rumah demi menghindari penyebaran virus corona. Di sisi lain, Tesla berjuang dengan masalah pasokan suku cadang dan gangguan pengiriman.
Akibatnya, produksi dan pengiriman kendaraan jauh dari target pabrik. Pada awal bukan ini, Tesla melaporkan penurunan pertama dalam penjualan kendaraan secara kuartalan. Kondisi tersebut oleh perusahaan dianggap terjadi karena gangguan di Shanghai.
Perusahaan otomotif itu sempat menerima Bitcoin sebagai alat transaksi untuk pembelian kendaraan. Namun, Tesla menghentikan praktik ini Mei tahun lalu seiring kekhawatiran terhadap dampak lingkungan dari penambangan Bitcoin.
Di samping itu, pasar aset kripto memang melorot dalam beberapa bulan terakhir. Harga Bitcoin, misalnya, turun 51,9 persen sepanjang tahun ini. Pasar terkena oleh sejumlah sentimen negatif, seperti krisis stablecoin Terra USD serta kemelut hedge fund Three Arrows Capital dan pemberi pinjaman aset kripto Celcius Network.