Apa itu Business to Government: Pengertian dan Skema Bisnis

B2G memungkinkan swasta mengajukan tender ke pemerintah.

Apa itu Business to Government: Pengertian dan Skema Bisnis
ilustrasi partner bisnis (unsplash.com/krakenimages)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Business to government (B2G) merupakan skema bisnis yang mesti diketahui baik oleh yang baru mulai terjun di dunia bisnis maupun telah menjalani bisnis. Model bisnis tersebut tentu saja menyimpan sejumlah kelebihan, namun juga dengan beberapa kekurangan.

Dikutip dari Investopedia, B2G adalah model bisnis yang perusahaannya menjual produk barang ataupun jasa kepada pemerintah pusat maupun daerah.

Dalam skema business to government ini, perusahaan bisa menyediakan produk yang sederhana dan nilainya kecil seperti dukungan infrastruktur teknologi informasi (TI) kepada pemerintah.

Model bisnis itu juga tak menutup kemungkinan transaksi bisnis dengan skala lebih besar. Misalnya, perusahaa bisa menyediakan barang-barang keperluan keamanan negara, termasuk helikopter, pesawat, dan jet tempur.

Jadi, model B2G ini intinya memberikan kesempatan bagi perusahaan swasta untuk mengajukan tender mengenai pengadaan barang atau jasa tertentu yang dibutuhkan untuk proyek pemerintah, demikian laman accurate.

Proses pengajuan tender ini telah diatur oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) di masing-masing negara. Dalam penerapannya, lembaga tersebut mengembangkan saluran B2G sebagai wadah untuk sosialisasi, edukasi, dan informasi tentang pengadaan barang atau jasa pemerintah.

Pemerintah juga bisa membuka tender melalui proses e-procurement, dengan sektor publik dapat melakukan tender pengadaan barang atau jasa secara online dan transparan.

Kelebihan dan kekurangan B2G

ilustrasi berbicara bisnis (unsplash.com/ Christina)

Model bisnis B2G ini menawarkan keuntungan bagi perusahaan, menurut Investopedia. Dengan berbisnis dengan pemerintah, perusahaan bisa beroleh kontrak yang lebih besar serta lebih stabil.

Terlebih, jika itu dibandingkan dengan perusahaan yang mendapat kontrak dari perusahaan lain yang biasanya cenderung tidak pasti dan fluktuatif.

Perusahaan yang sudah pernah bekerja sama dalam kontrak pemerintah biasanya akan lebih mudah mendapatkan kontrak berikutnya.

Keuntungan lainnya adalah keamanan dalam bertransaksi, demikian accurate. Ketika perusahaan tertentu menawarkan proyek, pemerintah tentu telah memiliki anggarannya. Ini bisa berbeda saat menawarkan tender ke swasta yang terkadang belum menyediakan bujetnya, atau ada tapi hanya sebagian.

Namun, perlu dicatat B2G juga memiliki sejumlah kelemahan. Perusahan biasanya akan menghadapi pelbagai tantangan yang tidak terduga saat bekerja dengan instansi pemerintah.

Misalnya, pemerintah cenderung membutuhkan lebih banyak waktu untuk menyetujui dan mulai mengerjakan proyek tertentu. Di sisi lain, banyaknya regulasi juga dapat menghambat efisiensi keseluruhan dari proses kontrak.

Sederhananya, kekurangan B2G ini bisa datang dari proses tender yang memakan waktu lama karena pemerintah memiliki birokrasi yang rumit.

Proyek pemerintah juga sering kali melibatkan perusahaan-perusahaan yang memiliki afiliasi dengan birokrat di dalam pemerintahaan. Akibatnya, hanya perusahaan yang “dekat” dengan pemerintah yang bakal lebih mudah mendapat akses informasi, persyaratan, dan proses pengadaan.

Perbedaan B2G dengan model bisnis lain

ilustrasi perencanaan (unsplash.com/Alvaro Reyes)

Dalam dunia bisnis, dikenal setidaknya sejumlah model bisnis, termasuk B2G yang dibahas barusan. Berikut perbedaan skema business-to-government dengan model bisnis lain, seperti dilansir dari laman accurate.

1. Business to Business (B2B)

Ini merupakan model bisnis yang dilakukan antara sesama perusahaan dalam suatu kegiatan bisnis. Transaksi B2B biasanya terjadi dalam rantai pasok dengan suatu perusahaan akan membeli barang dari perusahaan lain.

2. Business to Customer (B2C)

B2C dilakukan dengan menjual barang atau jasa secara langsung kepada konsumen (end-user). Model bisnis ini sering dikaitkan dengan metode dropship yang pelaku bisnisnya menjual barang kepada konsumen, namun barang tersebut dibeli dan dikirimkan dari bisnis lain.

Dengan kata lain, pelaku bisnis tidak selalu memiliki barangnya secara fisik, namun mencantumkannya di tokonya. Dengan demikian, ketika ada yang memesan, pelaku bisnis tersebut baru membelinya dari bisnis lain yang merupakan pemasoknya.

3. Customer to Customer (C2C)

C2C adalah model bisnis yang terjadi di marketplace. Skema ini juga bisa dilakukan secara langsung antar individu, misalnya, melalui media sosial, cash on delivery (COD), dan sebagainya.

4. Direct to Customer (D2C)

D2C adalah model bisnis yang melakukan penjualan tanpa bantuan perantara atau pihak ketiga, seperti reseller, dropshipper, hingga toko retail. Jadi, bisnis akan memproduksi, mengemas, dan mengirimkan produk ke konsumen tanpa campur tangan pihak lain.

Bisnis yang menerapkan skema ini memasarkan produknya melalui saluran milik mereka, mulai dari website, akun sosial media, hingga toko fisik.

Sederhananya, skema bisnis ini merupakan perusahaan yang langsung terhubung dengan konsumen.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

17 Film Termahal di Dunia, Memiliki Nilai yang Fantastis
Rumah Tapak Diminati, Grup Lippo (LPCK) Raup Marketing Sales Rp325 M
Bea Cukai Kembali Jadi Samsak Kritik Warganet, Ini Respons Sri Mulyani
Ada Modus Bobol Akun Bank via WhatsApp, Begini Cara Mitigasinya
Melonjak 109%, Bank Raya Kantongi Laba Rp9,16 Miliar
Stanchart: Kemenangan Prabowo Tak Serta Merta Tingkatkan Investasi