TECH

Uni Eropa Batal Melarang Aset Kripto, Tapi Soroti Dua Masalah Ini

Eropa menyoroti soal keberlanjutan dan perlindungan konsumen

Uni Eropa Batal Melarang Aset Kripto, Tapi Soroti Dua Masalah IniIlustrasi mata uang kripto. (Pixabay/amhnasim)
16 March 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Uni Eropa baru-baru ini resmi menolak usulan aturan yang dapat melarang adopsi aset kripto di wilayah tersebut. Sebelumnya, Komite Urusan Ekonomi dan Moneter Uni Eropa menerima klausul pelarangan penggunaan aset kripto terutama yang menggunakan mekanisme proof-of work (PoW). Klausul itu terdapat dalam undang-undang aset digital Markets in Crypto (MiCA).

Komite lantas memberikan suara pada draf akhir undang-undang tersebut, Senin (15/3). Pada akhirnya, suara yang menolak usulan terbukti lebih banyak, demikian lansir euronews.

Kata Markus Ferber, anggota parlemen seperti dikutip dari Aljazeera, Rabu, (16/3, “jika kita ingin mendorong inovasi, kita harus terbuka untuk teknologi baru, bukan melarangnya.”

Kripto merupakan aset digital yang tidak diterbitkan atau dijamin oleh bank sentral atau otoritas publik, dan karena itu saat ini berada di luar cakupan undang-undang Uni Eropa. Namun, Parlemen Eropa berpendapat ini dapat menyebabkan "risiko untuk perlindungan konsumen dan stabilitas keuangan" serta berpotensi menyebabkan manipulasi pasar dan kejahatan keuangan.

Ada juga kekhawatiran luas atas masalah keberlanjutan aset kripto. Pasalnya, konsumsi energi Bitcoin, misalnya, sangat intensif dan bahkan sama dengan sejumlah negara.

Menurut Cambridge Bitcoin Electricity Consumption Index, operasi penambangan Bitcoin di seluruh dunia sekarang menggunakan energi dengan kecepatan hampir 120 terawatt-jam per tahun. Angka tersebut setara dengan konsumsi listrik domestik tahunan Swedia.

Masalah perlindungan konsumen dan keberlanjutan

Anggota parlemen Uni Eropa memilih kerangka hukum yang seragam untuk aset kripto di wilayahnya. Hal tersebut termasuk langkah untuk perlindungan konsumen dan perlindungan terhadap manipulasi pasar maupun kejahatan keuangan.

Demi mengurangi jejak karbon kripto, anggota parlemen telah meminta Komisi Eropa untuk memasukkan penambangan aset kripto dalam taksonomi untuk kegiatan berkelanjutan pada 2025.

“Dengan adopsi laporan MiCA, Parlemen Eropa telah membuka jalan bagi regulasi kripto yang ramah inovasi yang dapat menetapkan standar di seluruh dunia,” kata Stefan Berger, anggota Parlemen Eropa.

Bitcoin dan Ethereum dapat menjadi contoh aset kripto yang menggunakan proof-of-work (PoW), sebuah mekanisme untuk mengonfirmasi transaksi dan menambagikan blok baru ke rantai dalam jaringan blockchain. Dengan validasi setiap blok tersebut, menghendaki daya komputasi yang besar. Karena itu, kebutuhan energinya juga intensif.

Banyak negara seperti Cina telah melarang penambangan kripto karena konsumsi energinya yang besar. Namun, menurut penelitian terbaru bertajuk Revisiting Bitcoin’s Carbon Footprint, emisi karbon Bitcoin justru meningkat 17 persen usai pelarangan tersebut. Penyebabnya, penambangan beralih ke sejumlah negara lain, seperti Kazakhstan dan Amerika Serikat, yang juga menggunakan energi fosil.

Meski demikian, draf proposal tentang pembatasan PoW mendapat reaksi keras dari komunitas kripto.

“Individu dan organisasi harus bebas memilih teknologi yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka,” begitu pernyataan dari penyedia dompet kripto, Ledger, kepada euronews. “Pembuat kebijakan tidak boleh memaksakan atau mendiskriminasi untuk mendukung teknologi tertentu. Ini sangat memprihatinkan dan akan memiliki konsekuensi serius bagi Eropa.”

Related Topics