TECH

XL Axiata dan Smartfren Optimistis Cetak Kinerja Positif Tahun Ini

Persaingan dalam industri telekomunikasi masih cukup ketat.

XL Axiata dan Smartfren Optimistis Cetak Kinerja Positif Tahun IniIlustrasi menara telekomunikasi. ANTARA FOTO/Anis Efizudin
18 April 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – PT XL Axiata Tbk dan PT Smartfren Telecom Tbk menyampaikan optimismenya untuk mencetak kinerja bisnis yang memuaskan tahun ini. Dua operator telekomunikasi nasional itu menyatakan industri akan beroleh sejumlah peluang bisnis yang positif pada 2023. 

Menurut Direktur & Chief Commerce XL Axiata, David Arcelus Osus, tahun ini akan terdapat sejumlah peluang bagi industri telekomunikasi. Misalnya saja, momentum seperti Lebaran yang akan berdampak positif terhadap peningkatan intensitas komunikasi masyarakat. 

Selain itu, muncul tren dalam industri telekomunikasi yang mengarah pada penyediaan layanan Fixed Mobile Convergence. Itu sejalan dengan masih rendahnya penetrasi fixed broadband pada rumah tangga Indonesia. Dalam hal ini, XL Axiata menawarkan produk XL Satu. 

“Kami optimis dengan dinamika di industri telekomunikasi sehingga perusahaan menargetkan pertumbuhan pendapatan di mid-to-high single digit. Sebagai gambaran, pertumbuhan perusahaan telekomunikasi di Indonesia biasanya sejalan dengan pertumbuhan GDP Indonesia,” kata David dalam keterangan tertulis kepada Fortune Indonesia, Senin (17/4). Menurutnya, perusahaan berupaya untuk mewujudkan kinerja kuartal pertama 2023 yang lebih baik ketimbang tahun sebelumnya. 

PT XL Axiata Tbk sepanjang 2022 membukukan pendapatan Rp29,14 triliun, atau meningkat 8,9 persen ketimbang Rp26,75 triliun pada tahun sebelumnya.

Laporan keuangannya menunjukkan pada 2022 perusahaan menanggung kenaikan beban 10,4 persen menjadi Rp25,13 triliun, dan menyebabkan laba perusahaan turun. XL Axiata meraih laba Rp1,1 triliun atau terkoreksi 13,9 persen dari Rp1,29 triliun pada tahun sebelumnya.

Direktur Utama Smartfren Telecom, Merza Fachys, menyatakan perusahaannya yakin untuk melanjutkan kinerja positif pada tahun ini. Berdasarkan laporan keuangan, tahun lalu Smartfren berhasil mencetak laba Rp1,06 triliun, atau berbanding terbalik dari rugi Rp435,33 miliar pada tahun sebelumnya. Sedangkan, pendapatan perusahaan tumbuh 7,1 persen menjadi Rp11,20 triliun. 

“Kami menargetkan minimal pertumbuhan tahun ini sama, syukur-syukur bisa lebih besar dari tahun lalu. Dan, enggak boleh turun,” kata Merza dalam pernyataannya kepada Fortune Indonesia, Selasa (11/4). 

Tantangan industri

Emiten afiliasi Djarum, PT Sarana Menara Nusantara (TOWR). (Website Sarana Menara Nusantara)

Meski demikian, operator telekomunikasi menyadari bahwa untuk mencetak kinerja bisnis positif akan terdapat sejumlah tantangan. Menurut David, XL Axiata menyebutkan tantangan tersebut salah satunya datang dari tingkat konsumsi masyarakat yang terdampak oleh inflasi. Selain itu, operator telekomunikasi turut menghadapi kenaikan biaya operasional, seperti biaya pemeliharaan jaringan,  bahan bakar, dan sewa jaringan. 

“Operator termasuk XL Axiata juga dituntut untuk terus semakin inovatif dan adaptif terhadap dinamika kompetisi yang ada, termasuk tentunya juga perubahan perilaku pelanggan atau masyarakat,” katanya. Meskipun persaingan itu juga terjadi secara sehat, dengan penawaran harga yang semakin rasional. 

Seiring situasi pandemi Covid-19 yang membaik, perusahaan optimistis sektor telekomunikasi masih akan tumbuh pada tahun ini, kata David. 

Sementara, Smartfren ikut menggarisbawahi pula soal persaingan industri yang ketat. Meskipun begitu, ruang tumbuh sektor ini masih cukup besar. 

Dalam pandangan Merza, operator telekomunikasi juga tertantang upaya untuk memperluas jaringan dengan teknologi baru di berbagai wilayah Indonesia. Upaya tersebut, lanjutnya, membutuhkan investasi yang besar. 

“Daerah-daerah baru yang kami kembangkan adalah daerah-daerah yang pasti lebih sulit dari daerah-daerah yang hari ini sudah tersedia layanan [internet]. Lebih sulit dari segi geografi dan demografi. Jadi, dengan investasi yang lebih mahal, kita hanya mampu mengharapkan revenue yang tidak sebanyak daerah-daerah yang sebelumnya,” katanya. 

Related Topics