Jakarta, FORTUNE — Pemerintah kemungkinan bakal mengambil langkah tidak biasa demi memperkuat keamanan sistem inti administrasi perpajakan atau Coretax. Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, menyatakan telah merekrut sejumlah peretas profesional untuk menguji dan memperbaiki berbagai celah keamanan dalam sistem tersebut, yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Coretax merupakan sistem digital yang resmi digunakan sejak 1 Januari 2025, dengan tujuan menyederhanakan layanan perpajakan nasional. Namun, sejak peluncurannya, sistem ini kerap dikeluhkan wajib pajak karena kinerjanya yang belum optimal.
“Kami sudah panggil para hacker, orang Indonesia, yang jago-jago. Mereka ini ranking dunia, dan memang diakui di level internasional,” kata Purbaya kepada pers di Jakarta, Jumat (24/10).
Menurut Purbaya, tim yang direkrut berisi delapan peretas Indonesia yang tergabung dalam sebuah kelompok terkenal di dunia maya. Mereka, menurut klaim Purbaya, bertengger pada peringkat enam internasional, dan kerap dipercaya perusahaan global seperti Google untuk menguji keamanan sistem.
“Mereka biasa dipakai untuk mengetes sistem besar. Jadi, sekarang mereka resmi kita kontrak,” ujarnya.
Purbaya, yang berlatar belakang insinyur, mengaku telah lama mengenal beberapa di antara peretas itu. Beberapa anggota tim, katanya, bahkan pernah mengikuti pelatihan khusus di luar negeri.
“Ada yang pernah dilatih di Rusia selama enam bulan, di tempat tertutup. Orang-orang ini luar biasa. Hacker tuh aneh, semakin pintar, semakin tidak bisa ditebak latar belakang pendidikannya,” kata Purbaya.
Tim tersebut kini ditugaskan untuk melakukan uji penetrasi terhadap sistem Coretax, guna menemukan potensi kelemahan di dalam struktur keamanan digitalnya.
Dari hasil pemeriksaan awal, para peretas berhasil mendeteksi sejumlah celah keamanan dan kesalahan dalam kode aplikasi, yang seharusnya dapat dicegah sejak tahap pengembangan.
Purbaya menilai, masalah utama Coretax terjadi karena lemahnya proses quality control dan quality assurance saat sistem dibangun. Ia menduga proses tender dengan penyedia teknologi sebelumnya tidak diikuti dengan pengujian menyeluruh sebelum sistem resmi diluncurkan.
“Seharusnya sistem diuji dulu di skala kecil sebelum digunakan secara penuh. Tapi, tampaknya itu tidak dilakukan,” ujarnya.
