Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Alasan PHK Massal di Industri Perhotelan

hotel termahal di dunia
ilustrasi hotel (unsplash.com/reisetopia)
Intinya sih...
  • Tingkat Hunian Anjlok, PHK Mengintai Ribuan Pekerja
  • 96,7% hotel laporkan penurunan tingkat hunian
  • 70% pelaku usaha rencanakan PHK terhadap 10%-30% karyawan
  • 90% pertimbangkan pemangkasan pekerja harian hingga 90%
  • Biaya Operasional Naik, Regulasi Dinilai Memberatkan

Jakarta, FORTUNE - Sekitar 70 persen pelaku usaha perhotelan dan restoran di Jakarta terancam melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat turunnya tingkat hunian dan melonjaknya biaya operasional.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono, menyebut intervensi pemerintah sangat dibutuhkan untuk mencegah krisis berkepanjangan di sektor ini.

“Jika kondisi ini terus berlanjut tanpa adanya intervensi kebijakan yang mendukung sektor pariwisata dan perhotelan, mereka akan terpaksa mengurangi jumlah karyawan,” kata Sutrisno dalam konferensi pers daring, Senin (26/5).

Tingkat Hunian Anjlok, PHK Mengintai Ribuan Pekerja

Mengacu pada survei PHRI Jakarta pada April 2025, sebanyak 96,7 persen hotel melaporkan penurunan tingkat hunian, dengan 66,7 persen di antaranya terjadi di segmen pelanggan pemerintahan akibat kebijakan efisiensi anggaran.

Penurunan ini memperparah ketergantungan industri hotel terhadap wisatawan domestik, mengingat kontribusi wisatawan mancanegara ke Jakarta masih rendah, yakni rata-rata hanya 1,98 persen per tahun pada 2019–2023 menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).

Dalam kondisi tersebut, sekitar 70 persen pelaku usaha menyatakan berencana melakukan PHK terhadap 10 persen–30 persen karyawan. Sebanyak 90 persen juga mempertimbangkan pemangkasan pekerja harian hingga 90 persen, sementara 36,7 persen lainnya akan memangkas staf tetap.

Biaya Operasional Naik, Regulasi Dinilai Memberatkan

Selain penurunan pendapatan, pengusaha juga menghadapi lonjakan biaya operasional. Tarif air dari PDAM naik hingga 71 persen, harga gas melonjak 20 persen, dan upah minimum provinsi (UMP) 2025 meningkat 9 persen. Beban ini diperberat oleh regulasi dan sertifikasi yang dianggap rumit dan berbelit, seperti izin lingkungan, sertifikat laik fungsi, dan perizinan minuman beralkohol.

“Banyaknya dokumen yang harus diurus, birokrasi antarinstansi yang panjang, serta biaya yang tidak transparan jelas menghambat kelangsungan usaha,” ujar Sutrisno.

PHRI Desak Pemerintah Ambil Langkah Konkret

PHRI juga menyoroti menjamurnya akomodasi ilegal yang merusak pasar, serta lemahnya efektivitas promosi wisata pemerintah dalam menarik wisatawan asing ke Jakarta. Sutrisno mendesak pemerintah segera mengambil langkah konkret agar industri perhotelan dan restoran tidak semakin terpuruk.

“Tanpa strategi pemulihan yang tepat, krisis ini bisa berdampak luas ke sektor lain, termasuk UMKM, pemasok logistik, pelaku seni budaya, hingga petani,” ujarnya.

PHRI mencatat, sektor perhotelan dan restoran menyumbang sekitar 13 persen terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Jakarta. Pada 2023, lebih dari 603.000 tenaga kerja bergantung pada sektor akomodasi, serta makanan dan minuman di wilayah ini.

Adapun langkah strategis yang diusulkan meliputi pelonggaran kebijakan anggaran pemerintah untuk perjalanan dinas dan kegiatan rapat, peningkatan promosi wisata yang berkelanjutan, penertiban akomodasi ilegal, evaluasi tarif air, gas, dan UMP sektoral, serta penyederhanaan sistem perizinan dan integrasi antarinstansi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nadia Agatha Pramesthi
EditorNadia Agatha Pramesthi
Follow Us