Sejarah KA Argo Parahyangan yang Kabarnya Akan Dinonaktifkan
KA Argo Parahyangan ternyata punya kisah yang melegenda.
Jakarta, FORTUNE – Pemerintah dikabarkan bakal menyetop operasi Kereta Api Argo Parahyangan saat Kereta Cepat Jakarta-Bandung KCJB resmi beroperasi. Meski belum final dan masih dalam pembahasan, KA Argo Parahyangan yang merupakan ‘titisan’ dari KA Parahyangan yang melegenda ini memiliki tempat di hati para penggunanya.
Menurut sejarahnya, PT Kereta Api Indonesia (KAI) saat masih bernama Perusahaan Nasional Kereta Api (PNKA) meluncurkan sebuah kereta yang melayani rute perjalanan Jakarta-Bandung, pada 31 Juli 1971. Kereta tersebut dinamakan Parahijangan atau Parahyangan, yang memiliki makna sebagai tempat tinggal para dewa.
Melansir situs manglayang.id, KA Parahyangan bisa menempuh Jakarta-Bandung dalam waktu sekitar 2,5 jam. Keberadaan kereta ini berkelas K2 atau bisnis ini ditarik lokomotif unggulan yang dimiliki Indonesia, yakni BB301.
Keberadaan kereta ini dinilai memberi banyak manfaat bagi masyarakat. Moda transportasi ini cukup diandalkan, karena merupakan moda tercepat pada masa lalu yang menghubungkan kota Bandung dengan Ibu Kota Jakarta. Memasuki akhir tahun 70-an jenis gerbong K1 atau eksekutif mulai digabungkan dengan rangkaian KA Parahyangan dan mulai rutin dibawa di era 80-an.
Latar film
Sejak pertama kali diluncurkan, nama KA Parahyangan sudah menjadi bahan pembicaraan dan dikenal luas sebagai salah satu rangkaian kereta luar kota paling modern pada saat itu. Bahkan, sejumlah film nasional menjadikan KA Parahyangan sebagai latar tempat, misalnya Film Teraktor Benyamin (1975) yang dibintangin aktor legendaris Benyamin Sueb dan Hetty Koes Endang.
Selain film, pada satu kesempatan, KA Parahyangan pernah membawa 14 kereta ditarik 2 lokomotif CC201 (dobel traksi). Rangkaian bertambah panjang karena beberapa kereta disewa rombongan wisata salah satu SMA di Bandung. Kereta dengan rangkaian panjang biasa berjalan setiap Senin dari Bandung subuh dan kembali lagi jam 9 pagi.
Puncak kejayaan Parahyangan
Memasuki era 90-an, KA Parahyangan mencapai puncak kejayaannya. Transisi dari Perusahaan Jawatan Kereta Api pun dilakukan menuju Perumka. Peralihan ini ditandai adanya penyesuaian warna kereta yang baru, seperti biru tua-biru muda untuk kereta eksekutif, biru tua-hijau untuk kereta bisnis, dan biru tua total untuk gerbong bagasi atau pembangkit. Sementara warna lokomotif berubah dari krem hijau jadi merah.
KA Parahyangan tampil lebih memikat dengan fasilitas televisi. Tak hanya itu, penyempurnaan dari KA Parahyangan pun terus dilakukan, terutama dalam hal waktu tempuh dan layanan penumpang.
Sampai pada 31 Juli 1995, Perumka meluncurkan KA Argo Gede sebagai hadiah ulang tahun kemerdekaan Indonesia ke-50. Maka, operasional KA Parahyangan pun mendapatkan pesaing baru yang lebih cepat–menempuh Jakarta-Bandung dalam 2 jam–serta layanan yang lebih eksklusif.
Keberadaan KA Argo Gede dengan sejumlah kelebihannya tentu berimbas pada jumlah penumpang KA Parahyangan. Meski demikian KA Parahyangan masih diminati dan belum kehilangan pamornya.
Pada 1998, bahkan KA Parahyangan pernah mencapai 39 perjalanan, termasuk perjalanan fakultatif maupun yang hanya berjalan pada musim libur. Namun demikian, penurunan okupansi penumpang pun tak terhindarkan, pada 2005, KA Parahyangan pun mulai beroperasi dengan membawa dua kereta kelas eksekutif dan tiga kereta kelas bisnis dalam satu rangkaian.
Penghentian dan peleburan
Selain persaingan dengan KA Argo Gede, penyebab menurunnya jumlah penumpang KA Parahyangan dikarenakan mulai diresmikannya jalan Tol Cipularang yang mempercepat perjalanan kendaraan beroda. Dalam kondisi normal, perjalanan Jakarta-Bandung via tol bisa ditempuh hanya dalam waktu kurang dari 2 jam saja.
Akhirnya, pada 27 April 2010, KA Parahyangan pun resmi dipensiunkan, lantara PT KAI pada saat itu tak sanggup lagi menanggung beban kerugian yang cukup besar. Sementara, KA Argo Gede tetap dipertahankan karena tingkat okupansi dan kenyamanan yang masih lebih baik dari KA Parahyangan. Sejumlah perubahan mulai dilakukan, mulai dari merubah jadwal untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam slot KA Parahyangan. Tak hanya itu, PT KAI bahkan ingin menambah layanan kereta bisnis (K2) sebanyak 1-2 kereta di KA Argo Gede.
Tak sedikit masyarakat yang mengungkapkan kesedihannya. Beberapa agenda pertemuan pun diadakan oleh stakeholder hingga tercapailah titik temu untuk melebur KA Parahyangan dan KA Argo Gede menjadi KA Argo Parahyangan.
Bagi penumpang Argo Gede, mereka tetap bisa menikmati kenyamanan yang selama ini sudah mereka nikmati dengan layanan eksekutif argo. Sementara untuk penumpang Parahyangan, mereka tetap bisa menikmati layanan murah dalam wujud kereta bisnis (K2). Seperti biasa dinikmati ketika KA Parahyangan masih ada, semua terakomodasi dalam satu rangkaian.
Layanan ini terus bertahan hingga hari ini, bahkan sampai kereta bisnis pun mendapat fasilitas pendingin ruangan. Dengan kisah panjang, KA Parahyangan menjadi salah satu kereta legendaris dalam sejarah PT KAI dan pernah melayani masyarakat Indonesia, khususnya dalam hal transportasi antara kota Bandung dan Jakarta.