Transvision Luncurkan Film Seri yang Didukung Teknologi NFT
NFT siap dukung bisnis film berbasis ekonomi digital.

08 October 2022
Jakarta, FORTUNE – Transvision meluncurkan inovasi konten berupa film seri bertema sejarah yang memanfaatkan teknologi berbasis blockchain dan web 3.0 –yakni Non-Fungible Token (NFT)–dengan fundamental sangat jelas. Padahal, kondisi pasar NFT saat ini mengalami penurunan.
Direktur Utama Transvison, Peter F. Gontha, mengatakan bahwa pihaknya tidak ragu mengombinasikan teknologi NFT dalam pembuatan konten serial karena landasan aset yang jelas. “NFT yang turun itu bodong,” ujarnya Media Press Conference, Jumat (7/10). "NFT kit aini mendapatkan hasil, pembagian keuntungan, benefit diskon, bisa bertemu dengan orang (penting), bisa (memberi peluang) jadi artis.”
Peter Gontha menjelaskan bahwa NFT yang digunakan Transvision dalam proyek pembuatan film ini adalah aset yang bisa diperjualbelikan. Misalnya, NFT dijual dengan harga US$100 untuk membantu pembiayaan film sebesar US$1,5 juta. Lalu, film tersebut bisa menghasilkan keuntungan hingga 100 persen, maka orang yang membeli dengan US$100 bisa mendapatkan return dengan total US$200.
Berdasarkan laporan DappRadar, penjualan NFT global sejak Januari-September 2022 mengalami penurunan hingga 82 persen. Secara volume, pada Januari 2022, penjualan NFT mencapai US$5,36 miliar, sedangkan memasuki September 2022, volume penjualannya hanya mencapai US$947 juta.
TRINVI dan +62 Sails

Peter mengatakan, platform NFT yang tengah dikembangkan dinamakan TRINVI (Trans Investment Indonesia) kini dihargai sekitar US$80 per item. Dengan 10.062 item yang diluncurkan, sebanyak 30 persennya sudah terjual dalam seri NFT +62 Sails, yang menjadi tema perdana film seri yang diproduksi untuk season pertama ini.
Nantinya, kata Peter, uang yang dihasilkan dari penjualan NFT ini akan menjadi bagian dari dana yang dibutuhkan dalam pembuatan film seri per season-nya. Film ini akan dibuat dalam 120 episode yang terbagi dalam 10 season. “NFT ini akan jadi bukti bahwa si A, B, atau C, telah ikut berpartisipasi, melakukan investasi, di dalam pembuatan dari seri ini,” katanya.
Belum ada landasan hukum

Peter mengklaim, inovasi tersebut adalah sebuah terobosan yang memadukan sertifikasi digital NFT di dalam produksi film seri yang berkualitas. Meski demikian, setelah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Kementerian Perdagangan, sistem baru ini belum memiliki landasan hukum yang pasti.
“Oleh karena itu, saya minta Transvision untuk menulis surat kepada OJK bahwa kami mau buat ini,” katanya. “Paling tidak saya sudah menyampaikan, jangan nanti saya sampai diperiksa Bareskrim, kami sudah menulis, dan peraturannya kalau tidak dijawab dalam waktu 10 hari, kami boleh jalan.”
Sang Soerya

Sebagai produk utama dari inovasi terbaru CT Corpora dan Transmedia ini, Transvision merilis sebuah serial bertajuk Sang Soerya. Film bergenre dokudrama ini menceritakan tentang kisah panjang Astra Internasional, sebagai perusahaan keluarga yang dibangun oleh William Soerjadjaja, generasi ketiga keluarga imigran asli Cina yang akhirnya merantau ke Pulau Jawa pada abad ke-19.
“Supaya kita tahu bahwa sejarah perjuangan bangsa ini bukan hanya sinetron di rumah sakit, orang mati, pacaran, selingkuh, nangis, mayat, kubur, itu kan sinetron kita begitu. Ceritanya itu saja, sehingga kita jadi orang yang tidak terdidik,” ujar Peter. “Padahal, kit aini punya cerita yang luar biasa (dari sejarah Astra Internasional).”