BUSINESS

Fine Dining Dinilai Tak Berkelanjutan, Restoran Terbaik Dunia Tutup

Kreativitas dan inovasi jadi penyelamat bisnis.

Fine Dining Dinilai Tak Berkelanjutan, Restoran Terbaik Dunia TutupIlustrasi restoran fine dining/Dok. freepik.com
17 January 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Terpukul oleh pandemi, restoran harus mendefinisikan ulang model bisnis selama beberapa tahun terakhir dengan menerima pesanan bawa pulang dan menciptakan kembali menu mereka. Namun, dampak pandemi dan kekurangan staf juga menggambarkan bahwa bisnis kuliner kian rapuh dan mungkin tidak dapat bertahan di era pascapandemi.

Sebagai contoh, salah satu restoran terkenal yang mempertaruhkan reinvention adalah Copenhagen's Noma, yang dianggap sebagai salah satu yang terbaik di dunia. 

Melansir Fortune.com, restoran tersebut mengumumkan pada hari Senin, 9 Januari 2023 bahwa akan menutup layanan regulernya pada tahun 2024, tetapi penutupan tersebut tidak akan menjadi akhir dari merek Noma. 

Restoran akan kembali pada tahun 2025 sebagai "laboratorium makanan raksasa" di mana dapur akan "didedikasikan untuk karya inovasi makanan dan pengembangan rasa baru".  Hal ini dilatari model bisnis industri restoran yang telah bergeser dan membutuhkan suntikan kreativitas.

Eksperimen untuk penemuan kembali

Noma baru—dijuluki Noma 3.0—akan membuat pop-up di seluruh dunia. Sementara itu, lini e-commerce Noma Projects turut berfokus pada perluasan kanal untuk memasarkan resep dan produk eksperimental kepada pembeli individu. 

Perusahaan mengatakan, bahwa "menjadi restoran tidak akan lagi menentukan" merek Noma. Lokasi Kopenhagen nanti dapat dibuka kembali di masa mendatang, untuk menu musiman dan pop-up.

Reinvention datang saat fine dining menemukan dirinya di persimpangan jalan. Industri berusaha untuk melepaskan–apa yang menurut Noma dan kepala koki René Redzepi–model kerja yang cenderung menguras tenaga karyawan. 

Dari jam kerja yang panjang hingga tuntutan fisik yang ekstrem , bekerja di dapur atau di lantai restoran bisa menjadi salah satu profesi yang paling menuntut.

“Kita harus benar-benar memikirkan kembali industri ini,” kata Redzepi dalam sebuah wawancara dengan New York Times.

“Ini terlalu sulit, dan kami harus bekerja dengan cara yang berbeda,” katanya.

Menciptakan kembali suatu industri

Sejak dibuka pada tahun 2003, Noma telah merevolusi dunia kuliner dengan eksplorasi santapan “ Nordik Baru ” dan fokus pada produk lokal dan musiman. Restoran ini mendapat predikat tiga bintang Michelin dan menduduki puncak daftar 50 Restoran Terbaik Dunia yang berpengaruh untuk kelima kalinya pada tahun 2021. 

Dalam wawancaranya dengan Times, Redzepi mengatakan perubahan besar untuk restoran sudah lama terjadi, karena pandemi membuka mata bahwa model yang menjadi dasar kesuksesan Noma menjadi tidak praktis.

Koki kepala mengatakan, bahwa mempertahankan harga makanan yang cukup tinggi untuk memberikan gaji yang kompetitif kepada hampir 100 pekerja tidak dapat dipertahankan di pasar saat ini.

Ada tantangan besar soal keterjangkauan yang dihadapi banyak pemilik restoran, terlebih faktor kenaikan biaya makanan dan perubahan cara makan yang dipicu oleh pandemi.

“Ini tidak berkelanjutan,” kata Redzepi tentang kondisi industri restoran saat ini. 

“Secara finansial dan emosional, sebagai pemberi kerja dan sebagai manusia, itu tidak berhasil,” ujarnya.

Sebelum pandemi, pekerja restoran adalah beberapa karyawan yang paling stres, dan masalah kepegawaian merupakan masalah besar bagi dapur. Pada tahun 2016, untuk setiap 10 pekerja restoran, tujuh dari mereka tidak bekerja di pekerjaan yang sama selama lebih dari setahun.

Related Topics