BUSINESS

Antam Targetkan Smelter Feronikel di Haltim Beroperasi September 2022

Investasi smelter feronikel di Haltim capai Rp4,04 triliun.

Antam Targetkan Smelter Feronikel di Haltim Beroperasi September 2022Nickel Mining in Morowali. Shutterstock_Eri Saferi
06 December 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) Risono menargetkan smelter feronikel di Halmahera Timur senilai Rp4,04 triliun yang 80 persennya didanai melalui PMN dapat beroperasi pada September 2022.  

Direktur Operasi dan Transformasi Bisnis Antam Risono menuturkan, konstruksi fasilitas pengolahan berkapasitas 13.500 ton nikel per tahun itu telah mencapai 98 persen. Dua persen sisanya hanya bisa tinggal menunggu ketersediaan listrik dari PT PLN (Persero).

"Sesuai dengan diskusi terakhir kemarin, rencananya PLN akan melakukan relokasi terhadap pembangkit listrik tenaga gas di wilayah Sumatra khususnya di Jakabaring yang kapasitasnya 50 MW dan Batanghari yang kapasitasnya 60 MW. Jadi memang nantinya yang akan digunakan PLTG oleh PLN," ujarnya.

Menurut Risono,  proses pemindahan pembangkit listrik tersebut akan memakan waktu paling lambat 12 bulan. Kendati demikian, PLN masih berupaya mempercepat relokasi tersebut sehingga diharapkan smelter feronikel di Haltim sudah beroperasi pada akhir 2022.

"Terakhir kemarin kami juga sudah diskusi terkait pasokan gasnya. Konsepnya anak usaha PLN, PLN Gas dan Geothermal yang akan menjadi pemasok gasnya. Proposal untuk harga gas baru submit kemarin, dan kami sudah diskusi melalui kementerian BUMN harapannya kalau maksimal dari relokasi ini 12 bulan," jelasnya.

Selain PLTG Jakabaring dan Batanghari, kata Risono, PLN juga telah menyiapkan opsi relokasi PLTG Indralaya berkapasitas 75 megawatt. Pasalnya proses pemindahan pembangkit tersebut lebih cepat dibandingkan Jakabaring dan Batanghari. 

Hanya saja, dibutuhkan proses pembangunan pondasi di Halmahera Timur sehingga akan menambah waktu untuk kegiatan konstruksi pembangkit. 

"Memang ada lagi PLTG Indralaya yang sudah disiapkan di mana kapasitasnya 75 MW dan kalau direlokasi yang paling lama sebenarnya perlu pondasi. Best effort yang disampaikan PLN bisa 11 bulan namun Kementerian BUMN ingin mencari solusi lain yang lebih cepat di range 6-9 bulan," terangnya.

Smelter di Ternate Utara dan NTB

Selain di Halmahera Timur, Antam juga berencana membangun smelter feronikel di Sangaji di Ternate Utara. Fasilitas tersebut akan dikerjasamakan dengan mitra untuk mendukung industri baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di dalam negeri dan  mengurangi ekspor bahan mentah.

"Jadi, nanti konsepnya adalah dari total 39.000 luasan yang ada di Izin Usaha Pertambangan (IUP) Halmahera Timur, 70 persen itu di daerah Sangaji atau sekitar 27.000 hektare akan dikerjasamakan dengan partner," tutur Risono.

Saat ini, ungkapnya, beberapa calon partner yang telah menyatakan keseriusan mereka untuk menggarap EV baterai di Indonesia adalah konsorsium LG yang terdiri dari Posco, Huayou, dan LG Internasional. 

"Jadi sudah tandatangan head of agreement (HoA). Dari proposal yang diajukan, mereka membutuhkan resources baik limonit maupun saprolit sebesar 16 juta ton per tahun untuk diolah menjadi nikel sulfat yang selanjutnya dijadikan bahan baku baterai," kata dia.

Kemudian, ada pula smelter Grade Alumina di Kalimantan Barat yang pembangunannya mencapai 22 persen. Menurut Risono, progres proyek tersebut masih jauh di bawah target 32 persen karena adanya perselisihan di antara perusahaan yang tergabung dalam konsorsium pelaksana proyek yakni PT Pembangunan Perumahan (Persero) atau PT PP dengan China Alumunium International Engineering Corporation Limited (Chalieco).

"Ini karena ada dispute antara PP dan Chalieco selaku konsorsium pelaksana proyek ini. jadi total proyek US$831,5 juta ini saat mereka lakukan proposal proyek, Chalieco 75 persen porsi pengerjaannya dan PP 25 persen. Di tengah perjalanan Karena adanya Covid-19 PP menghitung kembali ada peningkatan biaya sampai US$100 juta. Itu yang hari ini sedang didiskusikan internal konsorsium," tandasnya.

Related Topics