BUSINESS

IBC Minta Pemerintah Prioritaskan Baterai 'EV' Berbasis Nikel

Dirut IBC jelaskan keunggulan baterai berbasis nikel.

IBC Minta Pemerintah Prioritaskan Baterai 'EV' Berbasis NikelBerurutan dari kanan: Agus Tjahajana (Staf Khusus Menteri ESDM), Toto Nugroho (Dirut IBC), Nico Kanter (Dirut Antam), dan Darmawan Prasodjo (Dirut PLN) di acara Investor Daily Summit 2022. (Doc: PLN)
12 October 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Direktur Utama Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho meminta pemerintah membuat regulasi agar kendaraan listrik (Electric Vehicle) di dalam negeri menggunakan baterai berbasis nikel atau lithium nickel manganese cobalt oxide (NMC). Pasalnya, bahan baku baterai tersebut melimpah di Indonesia ketimbang baterai jenis lain yang bahan bakunya perlu diimpor.

Selain NMV, salah satu baterai EV yang kini banyak digunakan industri otomotif adalah lithium Iron Phosphate (LFP). Baterai jenis ini sudah banyak digunakan di dunia, terutama oleh kendaraan listrik asal China seperti Wuling Air EV.

"Ini sebenarnya pilihan kita sebagai negara, kita harus bikin policy, bahwa baterai yang diproduksi di Indonesia harus memiliki sumber daya yang tersedia di Indonesia. Karena kalau LFP kita ujung-ujungnya harus impor. Karena Indonesia sendiri, aspek mineral dari kebutuhan fosfat tidak di Indonesia. Di China semua," ujarnya dalam Investor Dialy Summit 2022, Selasa (11/10).

Selain itu, kata Toto, NMC juga memiliki keunggulan dibandingkan LFP. Sebab, kendati harganya lebih mahal, NMC lebih tinggi computation power-nya dibandingkan LFP, 

"Jadi mobil makin kedepan makin smart. Bisa driving sendiri, semua pakai radar, pakai AI. Yang diperlukan nikel itu tidak desainnya dalam rangka power densitasnya bukan saja untuk jarak tapi computing power, nah ini yang juga kita lihat kenapa nikel ke depan tetap akan dominan," ucapnya.

Di samping itu, menurut Toto, dalam jangka panjang biaya NMC juga bisa bersaing dengan FLP jikai hilirisasi industri berlangsung masif. Itu pula sebabnya, kata dia, dua partner IBC yakni LG Energy Solution dan Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co, Ltd (CBL)—anak usaha Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL), produsen baterai kendaraan listrik berskala global—mau berinvestasi di Indonesia untuk membentuk ekosistem kendaraan listrik dari hulu ke hilir.

"Kenapa nikel ke depan itu tetap digunakan, karena kedua partner kami, melakukan investasi untuk 30 tahun kedepan, jadi mereka sudah tahu bahwa 30 tahun kedepan nikel akan tetap menjadi dominan,” ujar dia. "Bisa saja kita gunakan LFP karena cost-nya lebih murah, tetapi ujungnya yang kita punya kan nikel, kalau kita gunakan LFP based, impornya akan signifikan,” pungkas dia.

Kerja sama denga LG Energy Soluiton dan CATL

Sebagai informasi, ada 19 April 2022  IBC dan Antam telah melakukan penandatanganan Framework Agreement dengan CBL dan LG Energy Solution untuk inisiatif proyek baterai kendaraan listrikL Perkiraan total nilai investasi dari kedua mitra ini mencapai US$15 miliar atau setara dengan Rp215 triliun.

Setelah penandatanganan framework agreement, Antam yang juga merupakan pemegang saham IBC mendapat persetujuan pemegang saham untuk melakukan spin off dua anak usaha yang bergerak di industri baterai. 

Dua anak usaha tersebut tidak hanya bergerak di hulu, melainkan juga hingga ke hilir bersama-sama dengan IBC.

Di middle stream, misalnya, mereka akan menggunakan teknologi RKAF ataupun HPAL untuk mengolah bahan baku nikel menjadi produk turunan seperti katoda dan prekursor. Di dalam JV ini, komposisi sahamnya 40 persen dimiliki Antam dan IBC, sisanya 60 persen dimiliki baik itu oleh CATL, CBL, maupun LG.

Semakin ke hilir, porsi kepemilikan saham perseroaan di JV akan semakin berkurang karena penguasaan teknologi dan pangsa pasar berada di pihak mitra.

Related Topics