Jakarta, FORTUNE - Indonesia perlu memperbarui regulasi mengenai pasar karbon agar lebih selaras dengan prinsip internasional dan menarik minat investasi swasta di sektor hijau.
International Policy Manager - APAC Lead di International Emissions Trading Association (IETA), Björn Fondén, menilai pasar karbon global telah memasuki fase baru dengan tuntutan tata kelola yang lebih kuat dan transparan, karena tidak lagi berada pada era tanpa regulasi. Hampir semua negara tengah berjuang memahami cara terbaik mengatur proyek dan transaksi karbon agar keuangan yang dihasilkan memiliki integritas tinggi.
“Setiap pemerintah di dunia, termasuk Indonesia, kini harus memastikan bahwa proyek karbon benar-benar mengikuti prinsip integritas sebagaimana diatur oleh Integrity Council for the Voluntary Carbon Market (ICVCM) dan Article 6 dari Perjanjian Paris,” kata dia dalam acara Indonesia International Sustainably Forum (ISF) 2025 di Jakarta, Jumat (10/10).
Artikel 6 Perjanjian Paris memfasilitasi kerja sama internasional dalam mencapai target iklim melalui mekanisme pasar karbon dan non-pasar, memungkinkan negara-negara untuk saling mendukung dan memobilisasi pendanaan untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Indonesia perlu meninjau ulang regulasi nasionalnya agar sejalan dengan ketentuan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dan standar internasional
“Penting juga untuk menetapkan proses yang memperkuat proyek dan transaksi karbon, sekaligus memastikan manfaatnya dirasakan oleh masyarakat lokal,” ujarnya.
Björn mengingatkan integritas pasar harus dijaga agar kepercayaan investor tidak luntur.
“Kita harus mengatasi pemain buruk dan mendukung mereka yang menjalankan praktik baik. Sistemnya perlu bekerja secara transparan antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil,” katanya.
