BUSINESS

Isu Krakatau Steel Bangkrut, Bagaimana Kinerja Keuangannya?

Kinerja Krakatau Steel terlihat membaik sepanjang 2021.

Isu Krakatau Steel Bangkrut, Bagaimana Kinerja Keuangannya?Pabrik Hot Strip Mill PT Krakatau Steel (Persero). Dok. Krakatau Steel
07 December 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyebut PT Krakatau Steel (Persero) Tbk terancam bangkrut jika gagal melakukan restrukturisasi usaha. Bagaimana sebenarnya kinerja BUMN besi dan baja tersebut?

Dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI, pada Kamis (2/12), Menteri BUMN, Erick Thohir menyatakan Krakatau Steel terancam pailit bila ikhtiar negosiasi maupun restrukturisasi perusahaan kandas. Dia menyebutkan, restrukturisasi itu akan ditempuh lewat tiga tahap.

Pertama, restrukturisasi dilakukan dengan negosiasi mengenai kepemilikan saham di entitas anak usaha PT Krakatau Posco. Rencananya, Krakatau Steel akan menambah kepemilikan saham di Posco menjadi setara 50:50 dari 30 persen kepemilikan KS saat ini. Namun, negosiasi ini belum dijawab Posco.

Ikhtiar restrukturisasi kedua, lanjut Erick, yaitu dengan mencari investor baru dalam proyek blast furnace yang mangkrak senilai US$850 juta atau setara Rp12,11 triliun (asumsi kurs Rp14.250). Terakhir, langkah restrukturisasi adalah opsi Lembaga Pengelola Investasi (INA) untuk berinvestasi di Krakatau Steel.

"Ada restrukturisasi yang harus dijalankan Krakatau Steel. Satu negosiasi ulang dengan Posco ini juga enggak mudah. Tapi memang salah satunya yang sekarang ini krusial, kalau ketiga gagal, kedua gagal, dan pertama gagal maka Desember ini bisa default ,” kata Erick.

Kinerja terlihat baik

Berdasarkan laporan keuangan terakhir perusahaan, Krakatau Steel pada sembilan bulan pertama tahun ini meraih laba bersih US$59,72 juta. Angka itu berbalik dari rugi US$27,39 juta pada periode sama 2020. Pada Januari–September 2019, perusahaan juga rugi US$211,91 juta.

BUMN berkode saham KRAS itu pada periode yang sama sanggup menangguk pendapatan US$1,61 miliar, atau tumbuh 71,5 persen secara tahunan. Pendapatan perseroan juga melebihi era sebelum pandemi COVID-19 yang sebesar US$1,05 miliar.

Sementara itu, posisi kas dan setara kas akhir periode perusahaan menurun 4,2 persen menjadi US$95,49 juta. Namun, KRAS masih beroleh kenaikan aset 7,4 persen menjadi US$3,74 miliar dari US$3,48 miliar pada Desember 2020.

Pada aspek liabilitas atau kewajiban, total nilainya naik 9,4 persen menjadi US$3,32 miliar. Dari jumlah tersebut, 67,8 persen atau setara US$2,25 miliar merupakan pinjaman jangka pendek dan panjang dari bank.

Direktur Utama Krakatau Steel, Silmy Karim, pernah mengatakan bahwa keuntungan perusahaan berasal dari peningkatan penjualan, efisiensi, serta kontribusi anak perusahaan. Itu merupakan hasil transformasi secara menyeluruh Krakatau Steel Group.

Dia menyebutkan, penjualan produk baja utama, yaitu Hot Rolled Coil dan Cold Rolled Coil produk pipa baja, long product maupun pelat baja, meningkat 36,9 persen menjadi 1,59 juta ton. Sedangkan, penjualan produk hilirisasi juga naik 656,2 persen menjadi 13.181 ton.

“Sepanjang tahun 2021 Krakatau Steel telah mencatatkan kinerja positif yang terus meningkat. Tren ini membuat manajemen optimistis pada akhir tahun akan membukukan kinerja yang baik,” kata Silmy. “Krakatau Steel saat ini semakin sehat dan efisien sehingga kami semakin kompetitif. Kami siap untuk terus meraih capaian yang lebih tinggi lagi.”

Kondisinya sudah membaik

Sementara itu, pernyataan Erick Thohir kontan direspons oleh manajemen Krakatau Sarana Infrastruktur (KSI)—entitas anak dari Krakatau Steel. Menurut Komisaris KSI, Roy Maningkas, KS memang dalam kondisi sulit. Akan tetapi, manajemen telah berbuat yang terbaik dan sekarang kondisinya sudah mulai membaik.

"Saya pernah menjadi komisaris di KS dan sekarang di subholding KSI. Saya percaya dan yakin, KS tidak seburuk yang disampaikan oleh menteri BUMN," kata Roy dalam keterangan kepada wartawan.

Dia pun menambahkan, demi menyelesaikan kewajiban KRAS kepada sejumlah krediturnya, perseroan telah memiliki sejumlah rencana, termasuk melepas kepemilikan saham di KSI hingga 40 persen. Meskipun, menurutnya, belakangan muncul permintaan agar jumlah kepemilikan yang dilepas 70 persen.

“Inilah yang justru akan merugikan KS sebagai pemegang saham mayoritas. Karena KSI merupakan aset penting dan cashflow dari KS. Bahkan saat ini sekitar 50 persen laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) KS berasal dari KSI,” katanya.

Related Topics