Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Profil Nurhayati Subakat
Nurhayati subakat (instagram.com/wardahbeauty)

Jakarta, FORTUNE – Membangun merek kosmetik halal terbesar di Indonesia bukanlah jalan yang mudah. Bagi Nurhayati Subakat, pendiri PT Paragon Technology and Innovation (ParagonCorp)—induk dari brand Wardah, Make Over, Emina, Kahf, dan lainnya—berbisnis adalah sarana untuk membantu sesama, bukan sekadar mengejar keuntungan.

Kepada Fortune Indonesia, Nurhayati, yang juga merupakan penerima Fortune Indonesia Businessperson of the Year 2022, membagikan kisahnya tentang bagaimana ia memulai dari industri rumahan, bangkit dari kebakaran pabrik, hingga lulusan terbaik Jurusan Farmasi Institut Teknologi Bandung ini mengembangkan perusahaan yang kini mempekerjakan lebih dari 14.000 karyawan.

Bermula dari mengikuti anjuran orang tuanya untuk berwirausaha, ia memulai sebuah usaha kecil di sudut rumahnya bermodalkan ember plastik dan formula racikannya sendiri. Namun, jalannya tak mudah. Banyak ujian yang dilalui hingga merek Wardah lahir dan menjadi pelopor kosmetik halal di Asia Tenggara.

Atas dedikasinya di industri kosmetik, Nurhayati Subakat meraih penghargaan dalam ajang bergengsi The 5th ASEAN PR Excellence Awards yang diselenggarakan pada 7 Juli 2025 di Kuala Lumpur, Malaysia. Ia dianugerahi ASEAN Women of Impact Award 2025 oleh ASEAN Public Relations Network (APRN). Penghargaan ini diberikan sebagai pengakuan dan bentuk apresiasi atas kontribusi Nurhayati dalam membangun praktik komunikasi merek yang berakar pada nilai-nilai keberagaman, inklusivitas, dan budaya lokal.

Bagaimana Anda memulai usaha di industri kosmetik?

Saya memulainya tahun 1985 sebagai usaha rumahan. Saat itu saya baru berhenti dari pekerjaan di perusahaan kosmetik multinasional karena lokasinya jauh dari rumah dan saya ingin punya lebih banyak waktu untuk ketiga anak saya. Dengan latar belakang pendidikan farmasi dan sedikit pengalaman kerja, saya mendirikan PT Pusaka Tradisi Ibu (PTI) bersama dua karyawan saja.

Produk pertama kami adalah perawatan rambut merek Putri dengan tagline Salon’s Best Choice. Saya menyasar segmen salon kecantikan, mulai dari yang kecil dulu. Tidak sampai setahun, hampir semua salon di Tangerang sudah menggunakan produk kami, berkat bantuan seorang tetangga yang dulunya bekerja di salon.

Apa tantangan yang Anda hadapi saat perusahaan mulai tumbuh?

Tantangannya banyak, apalagi ketika usaha mulai berkembang. Saat itu kami punya 25 karyawan, dan saya harus belajar banyak soal kepemimpinan dan manajemen. Semua saya lakukan sendiri di awal—mulai dari produksi sampai pengiriman. Di situ saya sadar bahwa cara terbaik memimpin adalah lewat keteladanan.

Apa ujian terberat dalam perjalanan Anda sebagai pengusaha?

Pabrik rumahan kami di masa awal merintis terbakar habis. Dokumen administrasi hilang, piutang sulit ditagih, dan keuangan minus karena masih banyak utang usaha. Kalau saya hanya memikirkan diri sendiri, mungkin sudah saya tutup saja usahanya. Tapi saya melihat para karyawan. Saya pikir, mereka butuh THR, butuh pekerjaan. Di situlah saya memutuskan untuk bangkit.

Kami dibantu relasi yang menawarkan tempat produksi sementara. Lalu ada regulasi dari Bank Indonesia yang mewajibkan bank memberi kredit ke usaha rakyat. Kami ajukan pinjaman Rp50 juta, malah dapat Rp150 juta. Itu saya anggap pertolongan dari Allah.

Setelahnya, kami mendirikan pabrik PTI pada Desember 1990, seluas 1.500 meter persegi di Kawasan Industri Cibodas, Tangerang, sembilan bulan setelah kebakaran. Baru dua minggu beroperasi, pabrik itu kebanjiran dan jadwal produksi ikut terganggu karena barang penting di pabrik terendam. Kami pun berpikir untuk membangun pabrik baru lagi, sembari memaksimalkan fasilitas yang ada.

Apa yang mendorong Anda meluncurkan merek Wardah?

Tahun 1995, saya kesulitan mencari kosmetik halal. Saya didorong komunitas untuk membuat brand kosmetik yang sesuai syariat. Awalnya sulit—konsumen belum banyak, edukasi soal kosmetik halal belum luas, dan distribusi juga terbatas. Tapi saya yakin, ini kesempatan besar.

Ketika krisis 1998 terjadi, banyak perusahaan tutup. Tapi kami terus berproduksi. Itu justru jadi momentum kami, karena pasar kosong. Tahun berikutnya, Wardah mendapat sertifikasi halal dari LPPOM MUI, dan mulai dikenal sebagai pionir kosmetik halal.

Bagaimana peran keluarga dalam membangun Paragon?

Tahun 2002, anak pertama saya, Harman—lulusan Kimia ITB—bergabung sebagai Group CEO ParagonCorp. Tahun berikutnya Salman, anak kedua, ikut masuk. Kini ia menjabat sebagai CEO NSEI (Nurhayati Subakat Entrepreneurship Institute). Terakhir, anak bungsu saya, dr. Sari Chairunnisa, juga bergabung dan kini memegang kendali di R&D.

Kolaborasi keluarga awalnya tidak mudah, karena beda karakter. Anak pertama saya sangat disiplin, yang kedua kreatif. Tapi karena kami punya tujuan yang sama, kami bisa saling toleransi dan potensi masing-masing bisa dimaksimalkan.

Kapan momen penting lainnya dalam transformasi Paragon?

Tahun 2009 kami melakukan relaunch Wardah dengan konsep yang lebih modern. Waktu itu tren hijaber sedang naik, dan Wardah jadi satu-satunya brand kosmetik halal yang relevan dengan tren tersebut. Pada 2010 kami merilis brand baru, Make Over, dan tahun 2011, PT Pusaka Tradisi Ibu resmi menjadi PT Paragon Technology and Innovation.

Paragon memulai debut internasional Wardah di forum bisnis internasional Dubai Expo 2021 untuk mengampanyekan global halal lifestyle. Berlanjut pada September 2022, Wardah melenggang ke London Fashion Week sebagai official beauty partner. Jenama lainnya, Make Over, juga go international pada Maret 2022 dengan tampil di panggung runway Arab Fashion Week.

Apa nilai-nilai utama yang Anda tanamkan di Paragon?

Kami memegang lima nilai utama: ketuhanan, kepedulian, kerendahan hati, ketangguhan, dan inovasi. Ini menjadi pedoman kami dalam bekerja dan mengambil keputusan. Kuncinya adalah selalu berusaha dan berdoa. Saya percaya bisnis itu bukan sekadar cari uang, tapi juga soal bagaimana kita memberi manfaat seluas-luasnya untuk orang lain.

Bagaimana Paragon mendorong kepemimpinan perempuan?

Dari 14.000 karyawan kami, lebih dari 80 persen adalah perempuan. Tapi saya tidak pernah membeda-bedakan. Gaji dan kesempatan promosi didasarkan pada kompetensi, bukan gender.

Saya percaya kunci sukses perempuan adalah kolaborasi. Mulai dari memilih pasangan hidup yang mendukung, hingga kerja sama dalam tim. Tidak ada alasan perempuan tidak bisa sukses, bahkan setelah berkeluarga.

Bagaimana Anda menjaga agar perusahaan tetap family-friendly?

Kami menyediakan mess untuk pasangan muda, program cuti melahirkan, dan berbagai inisiatif seperti Paragon Motherhood. Tujuannya agar semua bisa berkembang, baik perempuan maupun laki-laki.

Apa warisan atau legacy yang ingin Anda tinggalkan dari Paragon?

Saya ingin perusahaan ini terus berkembang dan memberi manfaat bagi lebih banyak orang. Kita bukan hanya membangun bisnis, tapi juga ekosistem yang memberdayakan. Itu yang saya harapkan sebagai legacy utama.

Saya juga ingin perusahaan terus tumbuh. Produk Wardah pertama kali kami perkenalkan di Malaysia pada 2012, dan baru pada 2017 hingga 2018 kami mulai memasarkan Wardah secara resmi di sana. Kami berharap akan memasuki pasar global lainnya.

Editorial Team