Q&A: Aswin Sumampau Bicara tentang Tantangan Mengelola Jakarta Aquarium Safari

- JAQS berdiri pada lokasi dengan struktur bangunan yang telah siap mendukung konstruksi akuarium.
- Integrasi fasilitas akuarium ke dalam lingkungan mal banyak menemui tantangan.
- Jakarta Aquarium & Safari sempat terdampak COVID-19, tapi berhasil bangkit.
Jakarta, FORTUNE - Bayangkan hiruk pikuk pusat perbelanjaan yang ramai mendadak senyap, digantikan oleh cahaya biru temaram dan siluet ikan pari raksasa yang melayang anggun di atas kepala. Keajaiban inilah yang ditawarkan akuarium di dalam mal, sebuah oase bawah laut di tengah belantara beton Jakarta.
Namun, di balik pesonanya, tersembunyi sebuah ‘mesin’ bisnis dengan kompleksitas luar biasa yang hanya segelintir orang berani menjalankannya. Di tengah persaingan memperebutkan ‘waktu luang’ keluarga urban, bagaimana strategi untuk tetap relevan dan menguntungkan?
Fortune Indonesia berbincang langsung dengan Direktur Utama Taman Safari Indonesia, Aswin Sumampau, untuk mengupas visi di balik Jakarta Aquarium & Safari (JAQS), yang merupakan akuarium indoor hasil kolaborasi antara Taman Safari Indonesia dan Aquaria KLCC, Malaysia.
Apa pertimbangan utama memilih membangun akuarium di dalam pusat perbelanjaan?
Sebenarnya, pada 2012–2013 itu masa-masa kejayaannya mal. Hampir di mana-mana mal ramai dan banyak mal baru bermunculan. Waktu itu, kami melihat Central Park sebagai salah satu mal paling ramai di Jakarta Barat dengan traffic tinggi, jadi kami merasa ini lokasi yang potensial.
Bagaimana proses pemilihan lokasi di Central Park hingga akhirnya terwujud?
Menariknya, untuk membangun akuarium di dalam mal, struktur bangunannya memang harus sudah siap karena beban air sangat berat. Kebetulan, di mal ini sudah pernah ada yang mencoba membangun akuarium, tapi proyeknya gagal. Mereka akhirnya mencari investor baru. Setelah kami lihat strukturnya kuat dan potensinya besar, kami memutuskan untuk masuk, meskipun saat itu kami belum punya pengalaman.
Lalu bagaimana solusinya jika belum ada pengalaman?
Kami punya teman yang sudah berpengalaman di Aquaria KLCC, Kuala Lumpur. Akhirnya, kami mengajak mereka bekerja sama. Kami sebagai pemegang mayoritas, dan mereka sebagai mitra minoritas. Dari situlah kami memulai pembangunan akuarium di sini.
Apa saja tantangan teknis dan operasional dalam mengelola akuarium di dalam mal?
Tantangan terbesarnya pasti pada aspek teknis: beban air yang sangat berat, struktur bangunan yang harus mendukung, hingga memastikan kesehatan satwa di lingkungan tertutup. Selain itu, kami harus patuh pada jam operasional mal yang ketat, ini membuat pengelolaannya lebih kompleks.
Selain tantangan teknis, adakah tantangan dari sisi bisnis?
Tentu ada. Pertama, bisnis ini sangat bergantung pada daya beli masyarakat. Ketika ekonomi goyah, hiburan menjadi yang pertama dikurangi. Kedua, biaya operasional seperti listrik dan tenaga kerja terus naik. Ketiga, dan ini sangat penting, adalah tantangan dari pengunjung. Orang mudah bosan, jadi kami harus terus berinovasi.
Bagaimana dampak pandemi COVID-19 terhadap operasionalisasi JAQS?
Pada masa awal pandemi, kami sangat terdampak karena dipaksa tutup oleh pemerintah seiring dengan penutupan seluruh mal saat itu.
Apakah ada dampak lain yang tidak terduga dari pandemi?
Justru ada efek positif. Ketika warga Jakarta tidak bisa keluar kota, mereka mencari alternatif hiburan di dalam kota. Banyak yang sebelumnya belum mengenal kami, akhirnya berkunjung. Jadi, pandemi justru meningkatkan kesadaran dan kunjungan dari warga lokal.
Bagaimana kondisi saat ini jika dibandingkan masa pandemi?
Sekarang sudah pulih secara perlahan. Jika dibandingkan dengan sebelum COVID (2019), jumlah pengunjung saat ini bisa dibilang sudah meningkat hampir tiga kali lipat.
Peningkatan hingga tiga kali lipat itu luar biasa. Apa faktor pendorong utamanya?
Faktornya adalah product knowledge. Dulu orang mengira di sini hanya tempat melihat ikan. Selama pandemi, mereka datang dan sadar bahwa ada anjing laut, penguin, dan hiburan lainnya. Sejak itu, banyak yang menjadi pelanggan setia dan bisa datang dua sampai tiga kali setahun.
Bagaimana Anda melihat persaingan dengan hadirnya pemain baru di industri ini?
Kalau bicara industri hiburan, kompetitornya bukan hanya antar akuarium. Kita sebenarnya bersaing untuk mendapatkan alokasi excess income (pendapatan lebih) masyarakat, yang bisa dipakai untuk belanja, makan, nonton, atau staycation.
Jadi, kehadiran kompetitor langsung tidak menjadi ancaman?
Justru karena pasarnya sangat luas, saya tidak melihatnya sebagai sesuatu yang negatif. Pasar kita bukan hanya berebut pengunjung akuarium, tetapi seluruh sektor hiburan. Bahkan playground anak dan bioskop adalah kompetitor tidak langsung.
Bagaimana Anda melihat prospek pertumbuhan bisnis akuarium ke depan?
Peluangnya masih sangat bagus. Dari tahun lalu ke tahun ini saja jumlah pengunjung masih meningkat, jadi potensinya masih besar untuk terus tumbuh.
Apa kunci utama untuk bisa terus tumbuh dan menjaga relevansi di masa depan?
Kuncinya adalah bagaimana kami bisa terus menghadirkan pengalaman baru setiap kali pengunjung datang. Jangan sampai mereka merasa bosan. Harus selalu ada sesuatu yang baru, baik itu event tematik, instalasi, atau variasi F&B. Kami ingin setiap kunjungan memberikan pengalaman yang berbeda.