Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Jerome Powell (x.com/federalreserve)
Jerome Powell (x.com/federalreserve)

Intinya sih...

  • Bos Fed, Jerome Powell, memberikan sinyal kuat pemangkasan suku bunga acuan.

  • Pengakuan adanya risiko resesi lebih besar dan kemungkinan berakhirnya kebijakan quantitative tightening (QT).

  • Para pelaku pasar memperkirakan pemangkasan suku bunga 25 basis poin dalam pertemuan Fed Oktober mendatang.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE — Ketua Federal Reserve (Fed), Jerome Powell, memberikan sinyal kuat bahwa bank sentral Amerika Serikat bersiap melonggarkan kebijakan moneter setelah dua tahun melakukan pengetatan agresif guna meredam inflasi.

Dalam pidatonya pada acara National Association for Business Economics (NABE), Selasa (14/10), Powell mengakui adanya peningkatan risiko penurunan pada pasar tenaga kerja—sebuah indikasi bahwa fokus kebijakan Fed kini mulai bergeser dari inflasi menuju perlindungan terhadap lapangan kerja.

“Di pasar tenaga kerja yang kurang dinamis dan agak lemah ini, risiko penurunan lapangan kerja tampaknya meningkat. Kebijakan mungkin akhirnya perlu mengambil langkah lebih lanjut menuju sikap yang lebih netral,” kata Powell seperti dikutip dari laporan Fortune, Rabu (15/10).

Pernyataan tersebut menandai perubahan nada signifikan dari Powell, yang dikenal berhati-hati dalam memberikan sinyal kebijakan. Para pelaku pasar langsung menafsirkan pesan itu sebagai tanda dovish—atau kecenderungan pelonggaran moneter.

Reaksi cepat muncul di Wall Street. Investor menilai Powell telah mengisyaratkan berakhirnya kebijakan quantitative tightening (QT) pada September dan membuka peluang pemangkasan suku bunga acuan pada Oktober dan Desember.

“Powell bersikap dovish! Ia mengindikasikan akhir QT dan menegaskan ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga,” demikian ekonom KPMG, Diane Swonk, dalam posting pada platform X.

Menurut data CME FedWatch Tool, pelaku pasar kini hampir pasti memperkirakan pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin dalam pertemuan Fed pada Oktober mendatang.

Fed akui risiko resesi lebih besar

Powell juga mengakui secara terbuka bahwa Fed mungkin telah bertindak terlalu lambat dalam menghentikan ekspansi moneter pascapandemi.

“Dengan melihat ke belakang, kita bisa saja—dan mungkin seharusnya—menghentikan pembelian aset lebih cepat,” ujarnya.

Pengakuan ini menunjukkan Powell lebih berhati-hati terhadap risiko resesi ketimbang memaksakan inflasi turun secara sempurna ke target 2 persen.

Ia menegaskan ukuran inflasi pilihan Fed—personal consumption expenditures (PCE) inti—saat ini berkisar 2,9 persen, dan sebagian kenaikan harga disebabkan oleh tarif, bukan tekanan inflasi intrinsik.

Pernyataan itu memberi ruang bagi Fed memangkas suku bunga tanpa terlihat menyerah pada inflasi.

“Perjuangan melawan inflasi belum berakhir, tapi pekerjaan kini sama pentingnya dengan harga, dan kebijakan harus mengimbanginya,” ujar Powell.

Selain membuka peluang pemangkasan suku bunga, Powell juga menyinggung sinyal lain yang disambut positif oleh pasar: kemungkinan berakhirnya kebijakan quantitative tightening (QT) pada September.

Selama ini, Fed telah mengurangi portofolio obligasi pemerintah dan sekuritas berbasis hipotek hingga US$95 miliar per bulan demi menyerap kelebihan likuiditas. Namun, Powell memperingatkan cadangan perbankan kini menipis secara bertahap, dan Fed tak ingin mengulangi krisis pendanaan antarbank seperti terjadi pada 2019.

“Untuk menghindari tekanan pendanaan, kami akan menyesuaikan kebijakan berdasarkan perkembangan prospek ekonomi dan keseimbangan risiko, bukan mengikuti jalur yang telah ditentukan sebelumnya,” katanya.

 

Editorial Team