Jakarta, FORTUNE — Ketua Federal Reserve (Fed), Jerome Powell, memberikan sinyal kuat bahwa bank sentral Amerika Serikat bersiap melonggarkan kebijakan moneter setelah dua tahun melakukan pengetatan agresif guna meredam inflasi.
Dalam pidatonya pada acara National Association for Business Economics (NABE), Selasa (14/10), Powell mengakui adanya peningkatan risiko penurunan pada pasar tenaga kerja—sebuah indikasi bahwa fokus kebijakan Fed kini mulai bergeser dari inflasi menuju perlindungan terhadap lapangan kerja.
“Di pasar tenaga kerja yang kurang dinamis dan agak lemah ini, risiko penurunan lapangan kerja tampaknya meningkat. Kebijakan mungkin akhirnya perlu mengambil langkah lebih lanjut menuju sikap yang lebih netral,” kata Powell seperti dikutip dari laporan Fortune, Rabu (15/10).
Pernyataan tersebut menandai perubahan nada signifikan dari Powell, yang dikenal berhati-hati dalam memberikan sinyal kebijakan. Para pelaku pasar langsung menafsirkan pesan itu sebagai tanda dovish—atau kecenderungan pelonggaran moneter.
Reaksi cepat muncul di Wall Street. Investor menilai Powell telah mengisyaratkan berakhirnya kebijakan quantitative tightening (QT) pada September dan membuka peluang pemangkasan suku bunga acuan pada Oktober dan Desember.
“Powell bersikap dovish! Ia mengindikasikan akhir QT dan menegaskan ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga,” demikian ekonom KPMG, Diane Swonk, dalam posting pada platform X.
Menurut data CME FedWatch Tool, pelaku pasar kini hampir pasti memperkirakan pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin dalam pertemuan Fed pada Oktober mendatang.