Penurunan Bunga The Fed Diprediksi Perkuat Rupiah di Awal Oktober

- Penurunan suku bunga The Fed diprediksi memperkuat nilai tukar rupiah di awal Oktober 2025.
- Pemotongan suku bunga The Fed diperkirakan akan membawa aliran modal asing ke Indonesia, meningkatkan alokasi portofolio investor global di pasar negara berkembang.
- Aliran modal asing ini berkontribusi pada penurunan imbal hasil obligasi Pemerintah, dengan imbal hasil obligasi turun pada periode yang sama.
Jakarta, FORTUNE – Penurunan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed) diprediksi masih akan menjadi sentimen positif penguatan nilai tukar rupiah di awal Oktober 2025. Seperti diketahui, The Fed telah memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi kisaran 4,00–4,25 persen pada (18/9), langkah pertama sejak Desember 2024.
“The Fed telah memangkas suku bunga pada bulan September di tengah kekhawatiran melambatnya pertumbuhan lapangan kerja. Kondisi ini berpengaruh positif terhadap nilai tukar rupiah di awal bulan,” kata Ibrahim Assuaibi, Pengamat Ekonomi, Mata Uang & Komoditas melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (2/10).
Seperti diketahui, pada perdagangan sore ini (2/10), mata uang rupiah ditutup menguat 37 point di level Rp.16.598/US$. Sedangkan untuk perdagangan besok, Ibrahim memprediksi pergerakan mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp16.560/US$ hingga Rp16.600/US$.
Penurunan The Fed bakal bawa aliran modal asing ke RI

Di sisi lain, pemotongan suku bunga The Fed juga diprediksi mempengaruhi keputusan investor global untuk meningkatkan alokasi portofolio mereka ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Tercatat, pada 8 Agustus hingga 8 September 2025, Indonesia mencatat arus modal masuk bersih sebesar US$0,46 miliar, terdiri dari US$0,08 miliar ke pasar obligasi pemerintah dan US$0,38 miliar ke pasar saham.
“Di tengah kondisi ini, pasar memperkirakan The Fed akan memberikan bobot lebih besar pada pelemahan pasar tenaga kerja daripada kenaikan inflasi baru-baru ini,” kata Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky.
Riefky menambahkan, aliran modal ini berkontribusi pada penurunan imbal hasil obligasi Pemerintah. Tercatat, imbal hasil obligasi 10 tahun turun dari 6,55 persen menjadi 6,44 persen dan imbal hasil obligasi 1 tahun turun dari 5,49 persen menjadi 5,18 persen pada periode yang sama.