FINANCE

Orang Miskin Tambah Melarat Selama Pandemi

Oxfam menyebut ketimpangan ekstrem adalah kekerasan ekonomi.

Orang Miskin Tambah Melarat Selama PandemiIlustrasi ketimpangan. Shutterstock/StunningArt
17 January 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Oxfam International, organisasi global yang berfokus pada masalah kemiskinan, menyatakan perkara ketimpangan sosial makin menjadi-jadi selama pandemi COVID-19. Buktinya, harta orang-orang terkaya dunia melonjak, dan kelompok termiskin semakin melarat.

Dalam riset terbaru bertajuk “Inequality Kills”, Oxfam menyatakan 10 orang terkaya di dunia tambah tajir dari US$700 miliar menjadi US$1,5 triliun atau setara Rp21.735 triliun. Bisa dibilang, dalam sehari laju peningkatan itu Rp19 triliun per hari. 

“Kekayaan miliarder telah meningkat lebih banyak sejak COVID-19 ketimbang dalam 14 tahun terakhir,” demikian pernyataan Direktur Eksekutif Oxfam International, Gabriela Bucher, dalam keterangan resmi, Senin (17/1).

Perhitungan Oxfam bersandar pada data termutakhir dari sejumlah sumber, yaitu daftar miliarder Forbes 2021, Global Wealth Databook 2021 oleh Credit Suisse Research Institute, dan Bank Dunia. Sepuluh orang terkaya itu diambil dari pemeringkatan Forbes, yakni Elon Musk, Jeff Bezos, Bernard Arnault & keluarga, Bill Gates, Larry Ellison, Larry Page, Sergey Brin, Mark Zuckerberg, Steve Ballmer dan Warren Buffet.

Pandemi memaksa ratusan juta orang jatuh miskin

Pada ekstrem lain, banyak orang terperosok lebih dalam ke lubang kemisikinan. Menurut Oxfam, harta sepuluh orang terkaya di dunia saat ini enam kali lebih banyak ketimbang 3,1 miliar orang termiskin.

“Dua tahun pertama pandemi telah mengakibatkan turunnya pendapatan 99 persen umat manusia dan lebih dari 160 juta orang dipaksa menjadi miskin,” begitu bunyi laporan. Bahkan, jika sepuluh orang terkaya kehilangan 99,999 persen hartanya besok, mereka masih akan lebih kaya ketimbang 99 persen semua orang di dunia.

Perkara ketimbangan sebagai dampak langsung pandemi COVID-19 juga terjadi secara multidimensi, kata organisasi yang berkantor pusat di Kenya itu. Masalah kesetaraan gender bisa menjadi contoh. Wanita secara kolektif pada 2020 kehilangan pendapatan US$800 miliar (Rp11.400 triliun), dengan 13 juta lebih sedikit wanita yang bekerja ketimbang 2019.

Berangkat dari sejumlah temuan itu, Oxfam pun menyerukan sejumlah negara dunia untuk merespons dengan berbagai kebijakan seperti implementasi tarif pajak modal yang adil, investasi untuk berbagai kebutuhan publik seperti kesehatan dan perlindungan sosial, dan penetapan standar hukum yang kuat bagi pekerja.

1 persen terkaya mengambil 38 persen semua kekayaan

Laporan The World Inequality Report 2022 sebelumnya juga menunjukkan tren serupa. Tahun lalu, setelah tiga dekade globalisasi perdagangan dan keuangan, ketimpangan global masih sangat terasa, bahkan sama besarnya dengan puncak imperialisme negara-negara Barat pada awal abad ke-20.

Pandemi COVID-19 telah memperburuk perkara itu, kata laporan sama. Sebanyak 1 persen teratas orang terkaya telah mengambil 38 persen dari semua kekayaan tambahan yang terakumulasi sejak 1990-an, dengan lajunya tercepat pada tahun pertama pandemi atau 2020. Sebaliknya, 50 persen kelompok terbawah hanya memperoleh dua persen dari mereka.

“Krisis COVID-19 telah memperburuk ketidaksetaraan antara yang sangat kaya dan populasi lainnya. Intervensi pemerintah di negara kaya mencegah peningkatan kemiskinan secara besar-besaran, namun tidak terjadi di negara-negara miskin. Ini menunjukkan pentingnya peran negara dalam memerangi kemiskinan,” ujar Lucas Chancel, penulis utama laporan tersebut.

Related Topics