BI Naikan Suku Bunga Acuan jadi 5,5%, Ini Faktor Pendorongnya
BI nilai tekanan nilai tukar rupiah mulai mereda.
22 December 2022
Jakarta, FORTUNE - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 21-22 Desember 2022 memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,50 persen. Sedangkan untuk suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,75 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,25 persen.
Guberur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, keputusan kenaikan tersebut lebih terukur sebagai langkah lanjutan untuk secara front loaded, pre-emptive, dan forward looking kebijakan. Hal ini menurutnya juga untuk memastikan berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi agar tetap terjaga dalam kisaran 3,0±1 persen.
“Kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah terus diperkuat untuk mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation) di samping untuk memitigasi dampak rambatan dari masih kuatnya dolar AS dan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global,” jelas Perry melalui konferensi video di Jakarta, Kamis (22/12).
BI mencatat, Indeks Harga Konsumen (IHK) RI pada November 2022 tercatat lebih rendah dari prakiraan dan inflasi bulan sebelumnya, meski masih tinggi sebesar 5,42 persen (yoy) dan di atas sasaran 3,0±1 persen.
BI perkirakan ekonomi global tumbuh 2,6% di 2023
BI juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi global 2023 masih melambat seiring dengan risiko resesi di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Perry menambahkan, perlambatan ekonomi global tersebut dipengaruhi oleh fragmentasi ekonomi, perdagangan dan investasi akibat ketegangan politik. Tak hanya itu, melemahnya ekonomi juga merupakan dampak dari pengetatan kebijakan moneter yang agresif di negara maju.
“Bank Indonesia memprakirakan ekonomi dunia tumbuh sebesar 3,0 persen pada 2022 dan menurun menjadi 2,6 persen pada 2023,” kata Perry.
Sementara itu, untuk ekonomi dalam negeri diperkirakan akan tetap tumbuh 4,5 persen hingga 5,3 persen di tahun 2023. Hal itu didorong oleh permintaan domestic yang tetap berdaya tahan dipengaruhi oleh daya beli masyarakat dan keyakinan pelaku ekonomi yang tetap terjaga.
Tekanan nilai tukar mulai mereda
Di sisi lain, BI menilai tekanan nilai tukar Rupiah pada November-Desember 2022 telah berkurang dipengaruhi aliran masuk modal asing yang terjadi di pasar SBN serta langkah-langkah stabilisasi yang dilakukan oleh BI.
“Perkembangan nilai tukar Rupiah tersebut cukup positif di tengah dolar AS yang masih kuat dan ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi,” kata Perry.
BI mencatat, indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama (DXY) tercatat masih tinggi di level 104,16 pada 21 Desember 2022. Dengan perkembangan tersebut, nilai tukar Rupiah sampai dengan 21 Desember 2022, terdepresiasi 8,56 persen secara year to date (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2021.
Perry menyebut, depresiasi nilai tukar Rupiah tersebut relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara lain di kawasan, seperti Tiongkok 8,96 persen (ytd) dan India 10,24 persen (ytd).
“Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan nilai fundamentalnya untuk mendukung upaya pengendalian inflasi dan stabilitas makroekonomi,” pungkas Perry.
Related Topics
Related Articles