NIM Bank Diperkirakan Masih Akan Tinggi di 2023, Ini Penyebabnya
OJK bakal terbitkan aturan terkait NIM perbankan.
Jakarta, FORTUNE – Tingginya margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) industri perbankan dalam negeri masih menjadi perhatian khusus bagi regulator. Bahkan, awal tahun 2023 lalu Presiden Jokowi sempat menyinggung tingginya margin tersebut ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Melansir data The Global Economy, NIM perbankan Indonesia berada di urutan ke dua dari negara-negara ASEAN dengan level 5,06 persen. Sedangkan NIM bank paling tinggi ialah Kamboja dengan level 5,35 persen. Kemudian, posisi paling rendah ditempati oleh Laos sebesar 0,77 persen.
Pengamat perbankan sekaligus Head of Research Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Trioksa Siahaan menilai tingginya NIM akibat masih melimpahnya likuiditas perbankan nasional.
“Tingginya NIM menunjukkan berlimpahnya likuiditas perbankan sehingga komposisi dana murah yang tinggi membuat NIM meningkat atau tinggi. Dari sisi bunga kredit terlihat masih cenderung stabil,” kata Trioksa saat dihubungi Fortune Indonesia di Jakarta, Selasa (8/8).
Ia bahkan memperkirakan level NIM perbankan masih akan dalam tren tinggi hingga akhir tahun 2023 seiring dengan peningkatan bisnis dan pemulihan ekonomi dalam negeri.
Ini pandangan BCA terkait masih tingginya NIM
Di sisi lain, PT Bank Central Asia (BCA) memandang NIM bukan satu-satunya komponen dari profitabilitas bank. Adapun komponen lainnya yang masih menopang bisnis antara lain seperti pendapatan non bunga, biaya operasional, dan biaya provisi kredit.
“Sebagai contoh, apabila kita menggunakan risk-adjusted NIM dan memasukan komponen biaya provisi kredit, NIM perbankan Indonesia akanlebih rendah,” kata EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA Hera F Haryn.
Hera mengungkapkan, pada semester I-2023, level NIM BCA mencapai 5,6 persen. Level tersebut, lanjut Hera, sejalan dengan peningkatan volume kredit dan pergerakan suku bunga pasar. Ia menilai, komposisi aktiva produktif BCA bergeser ke portofolio kredit yang memberikan imbal hasil lebih tinggi.
“Secara kuartalan (QoQ) NIM turun tipis seiring dengan sedikit lebih tingginya cost of funds, namun tetap di kisaran yang masih relatif terjaga,” kata Hera.
OJK bakal terbitkan aturan terkait NIM perbankan
Dari segi regulasi, OJK menyikapinya dengan berniat untuk menerbitkan aturan yang mendorong transparansi informasi terkait suku bunga kredit oleh perbankan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae menjelaskan, prinsip-prinsip yang akan diatur antara lain seperti komponen dasar pembentuk suku bunga dan aspek transparansi ke publik terkait suku bunga dasar kredit.
“Kebijakan ini diharapkan dapat berkontribusi dalam mengendalikan NIM,” kata Dian.
Selain itu, OJK juga mendorong upaya digitalisasi di sektor perbankan dalam memperluas jangkauan layanannya kepada masyarakat agar suku bunga kredit menjadi lebih kompetitif melalui mekanisme pasar.
Di sisi lain, pemanfaatan data yang antara lain dapat bersumber dari Sistem Laynanan Informasi Keuangan (SLIK) dan Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP) sebagai upaya untuk mengurangi asimetris informasi antara bank kepada debitur.