BEI Kaji Ulang Aturan IPO, Termasuk Syarat Free Float

- BEI kaji aturan IPO demi menyesuaikan syarat minimum free float pada saat dan setelah IPO.
- BEI berusaha adaptif terhadap dinamika pasar dan kebutuhan untuk meningkatkan inklusi, melakukan evaluasi berkala, dan benchmarking dengan bursa global.
- Emiten dengan ekuitas lebih dari Rp200 miliar ditetapkan memiliki minimal free float 10 persen.
Jakarta, FORTUNE - Bursa Efek Indonesia (BEI) sedang meninjau ulang dan menyempurnakan sejumlah regulasi mengenai pencatatan saham perdana (initial public offfering/IPO). Langkah ini berfokus pada penyesuaian persyaratan minimum, termasuk ketentuan saham beredar di tangan publik atau free float, demi meningkatkan likuiditas pasar dan daya tarik investasi.
Upaya ini ditempuh mengingat emiten lokal belum masuk indeks global terkemuka seperti MSCI Global dan MSCI Micro Cap, meskipun jumlah perusahaan tercatat di BEI telah melampaui angka 900. Hal ini disampaikan Direktur Penilaian BEI, I Gede Nyoman Yetna, di Jakarta, Senin (19/5).
Nyoman menjelaskan fokus utama penyempurnaan mencakup penyesuaian beberapa persyaratan minimum pencatatan saham, khususnya ketentuan free float baik pada saat IPO maupun setelahnya.
Konsep perubahan regulasi ini rencananya akan dirilis dalam waktu dekat. Publikasi ini bertujuan mendapatkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan di pasar modal sebelum diajukan secara resmi kepada otoritas terkait demi mendapatkan persetujuan.
Langkah penyempurnaan regulasi IPO ini didorong oleh target menciptakan likuiditas yang lebih menarik bagi investor dan meningkatkan daya tarik pasar modal Indonesia secara keseluruhan. Sebagai regulator, BEI, kata Nyoman, senantiasa berusaha adaptif terhadap dinamika pasar serta kebutuhan meningkatkan inklusi, dengan tetap memerhatikan aspek kualitas dalam penerbitan efek.
Proses evaluasi ini dilakukan secara berkala melalui benchmarking dengan bursa global dan dengar pendapat dengan para pemangku kepentingan. Tujuannya agar ketentuan dan peraturan yang diterbitkan BEI selalu relevan dengan kondisi pasar yang terus berkembang.
Nyoman juga menekankan porsi saham perusahaan tercatat yang dapat ditransaksikan oleh publik merupakan hal penting. Hal ini terkait dengan ketersediaan saham bagi investor publik dan potensi likuiditas di pasar sekunder. Namun, dia mengingatkan ukuran emisi IPO atau free float semata bukanlah satu-satunya faktor penentu kesuksesan suatu IPO.
Menurutnya, aspek-aspek fundamental perusahaan, baik dari sisi keuangan maupun operasional, aspek legalitas, tata kelola, serta aspek bisnis dan potensi pertumbuhan ke depan, jauh lebih penting dalam menilai kelayakan sebuah pencatatan saham.
BEI telah menetapkan persyaratan mengenai minimum free float dengan harapan menjamin kecukupan jumlah saham yang tersedia bagi investor publik. Dia juga mendorong agar semakin banyak perusahaan memiliki kecukupan free float yang memadai yang disertai likuiditas yang menarik di pasar sekunder.
Saat ini BEI memberlakukan aturan minimum free float 7,5 persen dari jumlah saham beredar. Khusus bagi emiten dengan ekuitas lebih dari Rp200 miliar, ketentuan minimum free float yang berlaku adalah 10 persen.