Boy Thohir Jelaskan Sebab Pendapatan dan Laba ADRO Turun
Kinerja ADRO tertekan oleh penurunan harga batu bara.
Jakarta, FORTUNE - Pada periode Januari-September 2023, emiten pertambangan baru bara, PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), mengantongi pendapatan usaha US$4,98 miliar.
Capaian tersebut menunjukkan penurunan 16 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya ketika pendapatannya mencapai US$5,91 miliar. Kondisi itu terjadi karena ada penurunan 25 persen dalam harga jual rata-rata (ASP).
ADRO sebenarnya mencatat pertumbuhan sebesar 11 persen dalam volume penjualannya dengan 49,12 juta ton.
Sementara itu, laba inti perusahaan mengalami penurunan signifikan hingga 39 persen dari US$2,16 miliar menjadi US$1,37 miliar.
Presiden Direktur ADRO, Garibaldi Thohir, menjelaskan kendati menghadapi penurunan harga dan tekanan biaya karena inflasi, model bisnisnya yang terintegrasi masih tetap berkinerja baik.
“Kami berada di posisi yang baik untuk mencapai target full year 2023 berkat dukungan eksekusi yang baik di setiap bisnis. Kami juga berada di tempat yang tepat untuk ambil bagian pada inisiatif hilirisasi Indonesia, yang menekankan komitmen kami terhadap pertumbuhan berkelanjutan di jangka panjang,” kata pria yang akrab disapa Boy Thohir ini lewat keterangannya yang dikutip, Rabu (11/1).
Posisi kas bersih perusahaan hingga sembilan bulan pertama 2023 mencapai US$1,83 miliar.
Sedangkan beban pokok pendapatan meningkat dari US$2,54 miliar menjadi US$2,99 miliar per akhir September 2023.
Biaya penambangan dan biaya pengolahan batu bara juga naik karena adanya kenaikan volume produksi.
Setoran ke pemerintah ikut meningkat
Royalti yang disetorkan ADRO kepada pemerintah naik 33 persen menjadi US$1,17 miliar dari US$882 juta, sementara beban pajak penghasilan turun 71 persen menjadi US$332 juta dari US$1,16 miliar.
Setelah mendapatkan IUPK-KOP pada September 2022, mulai 1 Januari 2023 Adaro Indonesia (AI) menerapkan ketentuan perpajakan dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sesuai peraturan yang berlaku. Karena IUPK-KOP, tarif royalti perusahaan naik ke kisaran 14 persen sampai 28 persen, dari 13,5 persen berdasarkan ketentuan sebelumnya.
Namun, tarif pajak penghasilan badan turun dari 45 persen menjadi 22 persen. IUPK-KOP juga mengakibatkan perubahan lainnya terhadap bisnis ADRO, misalnya terkait pendapatan negara bukan pajak (PNBP) untuk pemerintah pusat dan porsi pemerintah daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Belanja modal ADRO
Sejalan dengan rencana investasi, Boy mengungkapkan belanja modal atau capex naik 71 persen menjadi $473 juta dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.
Boy menjelaskan belanja modal tersebut terutama digunakan untuk investasi pada alat berat, tongkang, dan infrastruktur pendukung pada rantai pasokan, dan di sisi lain memulai investasi pada smelter aluminium dan fasilitas pendukungnya.
Smelter tersebut dikuasai oleh PT Kalimantan Aluminium Industry (KAI) yang merupakan anak usaha PT Adaro Minerals Indonesia Tbk.
Mengenai kesiapan fasilitas pendukung smelter alumunium di Kalimantan Utara, PT Kaltara Power Indonesia (KPI) sedang melaksanakan pekerjaan piling di area pembangkit listrik.
Pembangkit listrik KPI akan menyediakan listrik bagi smelter aluminium tersebut dan diperkirakan akan rampung pada saat yang tepat agar smelter dapat memulai produksi pada 2025.