Pemerintah Kaji Perubahan Skema Royalti SDA, Ini Tanggapan RMK Energy

- RMK Energy menyatakan perubahan skema royalti tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan
- Kontribusi bisnis jasa mencapai hampir 50% terhadap profitabilitas RMKE
- Rencana penyesuaian tarif royalti batu bara dan komoditas lainnya akan berlaku sesuai revisi Peraturan Pemerintah
Jakarta, FORTUNE - PT RMK Energy Tbk. (RMKE) menegaskan bahwa rencana perubahan skema royalti batu bara dan sumber daya alam (SDA) lainnya yang tengah dibahas oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap kinerja perusahaan.
Presiden Direktur RMKE, Vincent Saputra, mengakui bahwa setiap perubahan skema royalti pasti berpengaruh terhadap bisnis, terutama karena pemerintah berencana menurunkan royalti bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan menaikkan royalti untuk pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP).
"Dari sisi pendapatan, kontribusi tambang kami terhadap penjualan batu bara sekitar 30 persen. Namun, untuk bisnis jasa, perubahan ini hampir tidak berdampak," kata Vincent dalam konferensi pers di Wisma RMK, Jakarta, Selasa (11/3).
Ia menambahkan bahwa faktor margin lebih berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, dengan kontribusi bisnis jasa mencapai hampir 50 persen terhadap profitabilitas RMKE. "Memang ada dampak terhadap laba bersih, tetapi tidak signifikan karena kenaikannya hanya sekitar 1 persen," ujarnya.
Berdasarkan laporan keuangan, hingga akhir 2024, RMKE tercatat membayar royalti sebesar Rp52,64 miliar, meningkat 35,57 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp35,57 miliar.
Wacana perubahan besaran tarif royalti SDA
Sebagai informasi, tarif royalti baru itu akan berlaku untuk enam komoditas, yaitu batu bara, nikel, perak, emas, tembaga, dan platina. Penyesuaian itu seiring dengan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2022 tentang Perlakukan Perpajakan dan/atau PNBP di Bidang Usaha Pertambangan Batubara.
Untuk batu bara, pemerintah berencana menyesuaikan tarif royalti bagi pemegang kontrak IUP dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), dengan kenaikan 1 persen untuk batu bara berkalori kurang dari 4.200 serta 4.200–5.200 jika harga batu bara acuan (HBA) melebihi US$90 per ton.
Di sisi lain, Penerimaan Hasil Tambang (PHT) untuk kategori yang sama justru akan turun 1 persen.
Selain itu, tarif royalti bagi pemegang IUPK, termasuk perpanjangan dari PKP2B, juga akan mengalami penyesuaian. Pemerintah berencana mengubah tarif Pajak Penghasilan Badan (PPh) bagi perusahaan pemegang kontrak IUPK dari 22 persen agar sesuai dengan regulasi perpajakan yang berlaku.