MARKET

Diprediksi Lebih Baik, Ini Tantangan Ekonomi RI Tahun 2022 

Kompetisi AS dan Tiongkok masih jadi tantangan.

Diprediksi Lebih Baik, Ini Tantangan Ekonomi RI Tahun 2022 Shutterstock/Miha Creative

by Suheriadi

07 October 2021

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 diprediksi akan lebih baik dari tahun ini. Meski demikian, masih terdapat beberapa tantangan ekonomi yang akan dihadapi kedepan. 

Hal tersebut disampaikan Ekonom Senior Raden Pardede dalam acara Indonesia Knowledge Forum X 2021 'Towards BUSINESS REBOUND: Accelerate Economic Recovery through Knowledge' yang diselenggarakan BCA. 

Dalam paparannya Raden mengungkapkan, lembaga internasional memprediksi ekonomi Indonesia di tahun 2021 akan tumbuh sekitar 3,5 persen hingga 4,4 persen. Sementara itu di tahun 2022 ekonomi RI akan tumbuh sekitar 4,8 persen hingga 5,2 persen. 

"Kita lihat kuartal empat kelihatannya akan positif begitu juga peryumbuhan ekonomi di tahun depan lebih baik dari tahun ini," kata Raden melalui video conference di Jakarta, Kamis 7 Oktober 2021. 

Kompetisi AS-Tiongkok

Raden mengungkapkan, tantangan kedepan lebih kepada global yakni persaingan Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. Menurutnya, hubungan antara AS dan Tiongkok saat ini berada pada titik terburuk dan situasi itu tampaknya belum akan berubah di akhir tahun 2021 hingga 2022. 

Raden menambahkan, hal tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap hubungan politik negara lainnya termasuk Indonesia. 

"Tantangan global adalah kompetisi Tiongkok dan US. Itu masih terus berlangsung meski masih ada masalah, Tiongkok masih bisa mengancam," kata Raden. 

Dirinya juga menyebut hubungan AS dan Tiongkok sebagai "perang dingin" baru. Dirinya juga mengibaratkan kompetisi tersebut seperti thucydides trap kerajaan Yunani.

Tapering terus diwaspadai

Raden juga menambahkan, pengurangan stimulus moneter atau tapering off dari Bank Sentral ASThe Fed harus terus diwaspadai kedepan. Meski tak begitu berdampak signifikan ke Indonesia, menurutnya hal tersebut harus terus dicermati. 

"Tapering itu adalah pengetatan, kalau dilihat likuiditas akan lebih rendah dan ketat bunga akan naik," kata Raden. 

Raden juga menyatakan, suku bunga Amerika Serikat dengan Indonesia masih memiliki rentang perbedaannya yang besar sekitar 7,5 persen hingga 8 persen. Sehingga Pemerintah Indonesia tidak perlu buru-buru menaikkan suku bunga.