Di Penghujung 2022, IHSG Diramal Masih Bertenaga
Laju IHSG ditopang perekonomian dan aliran modal asing.

29 December 2022
Jakarta, FORTUNE – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan naik pada Kamis (29/12), walaupun peluangnya masih terbatas.
CEO Yugen Bertumbuh Sekuritas, William Surya Wijaya, menambahkan IHSG belum lepas dari risiko koreksi wajar setelah naik dalam jangka pendek beberapa waktu belakangan.
“Tapi, jelang akhir tahun, potensi kenaikan terbatas masih mungkin terjadi,” ujarnya dalam riset.
Sentimen pendorong pergerakan IHSG, yakni perekonomian Indonesia yang dinilai masih kuat serta aliran modal asing yang masuk secara tahun kalender (year to date).
Dus, ia memprediksi IHSG akan bergerak di kisaran support 6.789 dan resisten di 6.956. Saham-saham pilihannya meliputi AKRA, BBCA, ICBP, SMGR, JSMR, dan BMRI.
Segendang sepenarian, Analis MNC Sekuritas, Herdityta Wicaksana, memproyeksikan IHSG masih berpotensi menguat ke rentang 6.892 sampai dengan 7.023. Asalkan, IHSG tidak tertekan ke bawah area support hari ini.
Adapun, level support IHSG hari ini ada di 6.715 dan 6.693. Sementara itu, resistennya ada di level 6.955 dan 7.094. Saham-saham pilihan MNC Sekuritas meliputi AKRA, BRMS, EXCL, dan HRUM.
Pergerakan IHSG dari perspektif teknikal

Dari segi teknis, Analis Binaartha Sekuritas, Ivan Rosanova, memperkirakan IHSG masih mampu rebound setelah melemah 1,05 persen di level 6.850,52 kemarin sore. Indeks acuan saham itu berpeluang melanjutkan tren kenaikan sebelumnya karena masih parkir di atas garis SMA-20.
“Namun demikian, adanya pelemahan ke bawah 6.800 cenderung akan mengonfirmasi akhir dari tren naik jangka pendeknya saat ini,” kata Ivan kepada Fortune Indonesia.
Level support IHSG hari ini menurut Ivan adalah 6.800, 6.693, dan 6.636. Sementara resistennya berada di level 7.009, 7.096, dan 7.220. Berdasarkan indikator MACD, itu menunjukkan momentum bullish. Saham pilihan Ivan, yakni: BBNI, HRUM, dan INKP.
Kemarin IHSG bergerak variatif sebelum akhirnya melemah di akhir perdagangan akibat aksi profit taking investor dan koreksi yang terjadi di mayoritas indeks Wall Street. Itu karena kenaikan imbal hasil obligasi yang turut menekan saham-saham teknologi. Menurut Indo Premier Sekuritas, itulah sentimen-sentimen negatif di pasar.
“Sementara itu, kenaikan sejumlah harga komoditas seperti CPO, nikel, timah, dan tembaga sempat menjadi sentimen positif bagi indeks,” tulis Indo Premier dalam risetnya.