Diwarnai Sentimen Negatif, IHSG Diproyeksi Tertekan Lagi
Salah satu sentimen negatifnya: data ketenagakerjaan AS.

Fortune Recap
- IHSG menunjukkan potensi pelemahan setelah ditutup turun 1,02 persen pada Selasa (14/1).
- Analis Binaartha Sekuritas memperkirakan IHSG akan menguji kembali support fraktal 6.931 dan dapat melanjutkan koreksi menuju 6.875.
- Phintraco Sekuritas memproyeksikan IHSG bergerak di rentang support 7.000, pivot 7.030, dan resisten 7.050.
Jakarta, FORTUNE - Indeks Harga Saham Gabungan (Ihsg) menunjukkan potensi pelemahan pada Selasa (14/1), setelah ditutup menurun 1,02 persen.
Analis Binaartha Sekuritas, Ivan Rosanova memperkirakan IHSG akan menguji kembali support fraktal 6.931 karena telah menembus di bawah 6.993 pada Senin. Lebih jauh lagi, IHSG dapat melanjutkan koreksi menuju 6.875 apabila menembus di bawah fraktal 6.931.
Adapun, level support IHSG berada di 6.931, 6.875, dan 6.843. Sementara level resistennya berada di 7.074, 7.129, dan 7.231. Indikator MACD menunjukkan kondisi netral.
Ivan memprediksi IHSG hari ini bergerak di antara level support 6.965 dan resisten 7.035. Daftar saham pilihannya, meliputi: ACES, ADRO, AMRT, BRPT, dan UNVR.
Sementara itu, Phintraco Sekuritas memproyeksikan IHSG melaju di rentang support 7.000, pivot 7.030, dan resisten 7.050. Daftar saham yang disoroti oleh tim riset mereka hari ini, meliputi: ICBP, MDKA, BRIS, HRUM, dan TAPG.
Sesuai perkiraan, data ketenagakerjaan yang kuat di Amerika Serikat (AS) turut berdampak negatif ke IHSG. Pasalnya kondisi tersebut meningkatkan capital outflow dari pasar modal Indonesia, setidaknya dalam jangka pendek. "Setelah mengalami pullback lebih dari 1 persen di Senin (13/1), IHSG rawan lanjutkan pelemahan ke kisaran level psikologis 7.000," kata Head of Research Phinraco Sekuritas, Valdy Kurniawan.
Nilai tukar rupiah melemah 0,56 persen ke Rp16.270 per dolar AS pada Senin sore (13/1). Sejalan dengan itu, indeks DXY mencapai level 109,86 (+0,21 persen) pada Senin (13/1) sore merespon rilis data tenaga kerja di Amerika Serikat terbaru yang relatif kuat.
Selanjutnya, pasar akan mencermati rilis data inflasi produsen di AS yang diperkirakan naik ke 3,2 persen (YoY) pada Desember 2024 dari 3 persen pada November 2024. Kondisi itu diyakini semakin memperkuat kebijakan The Fed yang mulai kurang agresif.
Di tengah sentimen negatif tersebut, masih ada harapan terhadap laju pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I 2025. Kinerja net export diperkirakan lebih baik dari perkiraan. "Pasalnya Tiongkok mencatatkan pertumbuhan nilai ekspor dan impor yang jauh lebih baik dari perkiraan di Desember 2024 dan diyakini berlanjut sampai dengan awal tahun," jelas Valdy.