MARKET

Kapan Indonesia Bisa Tentukan Harga Komoditasnya Sendiri?

Butuh strategi untuk mewujudkan kedaulatan harga komoditas.

Kapan Indonesia Bisa Tentukan Harga Komoditasnya Sendiri?Pekerja memanen tanda buah segar kelapa sawit. ANTARA FOTO/Syifa
22 November 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE -  Seandainya Indonesia dapat menentukan harga komoditasnya sendiri, bakal ada dampak berganda yang bermanfaat bagi perekonomian. Multiplier effect itu bisa membawa efisiensi harga, terbukanya akses finansial bagi perusahaan komoditas, pengambilan keputusan yang lebih berbasis data, hingga melahirkan sebuah kebanggaan. Namun, kapan angan itu bisa menjadi kenyataan?

Menjawab pertanyaan itu, Direktur Utama Bursa Berjangka Jakarta, Stephanus Paulus Lumintang, mengatakan butuh waktu untuk bisa menentukan harga setiap komoditas. Terpenting, tak semua komoditas bisa ditentukan harganya oleh Indonesia.

Namun, Indonesia berpeluang menentukan harga komoditas CPO, olein, timah karena produksi yang melimpah. “Mungkin saya rasa 10 hingga 15 tahun ke depan sudah bisa (tercapai),” ujarnya.

Segendang sepenarian, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) juga menyebut CPO—serta kopi, emas, aset kripto, dan timah—sebagai komoditas yang berpotensi ditentukan harganya oleh bursa lokal.

Kepala Bappebti, Indrasari Wisnu Wardhana berharap, “dalam dua atau tiga tahun ke depan, setidaknya Indonesia sudah bisa menjadi penentu harga untuk satu atau dua komoditas.”

Komoditas karbon Indonesia turut berpotensi menjadi acuan harga dunia. Sebab, berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Indonesia dapat menyerap 113,18 giga ton karbon melalui 125,9 juta hektare hutan hujan tropis; 3,31 juta hektare hutan mangrove; dan 7,5 juta hektare lahan gambut.

Strategi Agar Indonesia Bisa Tentukan Harga Komoditas

Sejauh ini, Bappebti telah memfasilitasi penentuan harga komoditas di Indonesia dengan dua langkah. Pertama, mendorong para pelaku usaha menjadi market maker di bursa berjangka nasional. Kedua, meningkatkan bonus alias insentif bagi pelaku pasar yang bertransaksi di bursa berjangka.

Tak berhenti di situ, Bappebti juga menyiapkan langkah baru, meliputi: kemitraan dengan Kementerian BUMN, asosiasi komoditas, para pelaku komoditas potensial, hingga penyediaan pasar fisik untuk komoditas pasar berjangka. Harapannya, langkah itu dapat meningkatkan dan mengembangkan komoditas potensial ekspor Indonesia, serta mengembangkan inovasi terhadap kontrak berjangka di bursa.

Di lain sisi, agar Indonesia dapat menentukan harga komoditas, bursanya perlu dibuat lebih besar. Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menyarankan agar Presiden Joko Widodo turun tangan untuk melebur dua bursa berjangka yang beroperasi saat ini. Ia meminta Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) dan Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) disatukan agar lebih berdaya.

“Perlu adanya penyatuan bursa ini, seperti Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. (Awalnya kan bursa efek) di Jakarta menjual saham, Surabaya obligasi, bergabung menjadi Bursa Efek Indonesia,” ujarnya melalui sambungan telepon (8/9).

Memanfaatkan Momen Commodity Supercycle

Di tengah ledakan siklus superkomoditas, upaya industri untuk menggenjot produksi menyebabkan kenaikan permintaan komoditas utama, seperti batu bara, sawit, dan aneka logam. Harga-harga pun melonjak. “Jadi setelah ada krisis ekonomi, maka selalu ada commodity supercycle,” begitu kata Board of Director BKDI, Megain Widjaja kepada Fortune Indonesia (9/9).

Sebetulnya, baik BBJ maupun BKDI (Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia) lebih senang jika harga komoditas tidak terlalu bergejolak—entah itu ketika menurun atau meningkat. Karena, ledakan harga cenderung diikuti oleh masa depresiasi. Bila itu terjadi, lonjakan harga selama commodity supercycle pada akhirnya akan mengalami penurunan. 

Menurut Megain, commodity supercycle 2021 akan berakhir ketika Federal Reserve Bank memperketat kebijakan moneter (tapering) yang berpengaruh pada injeksi di pasar dan membuat harga komoditas terkoreksi. Bank Indonesia menyebut, itu akan terjadi mulai November 2021.

Di situlah peran Bappebti dibutuhkan. “Kami akan meningkatkan kerja sama dengan BUMN, asosiasi komoditas, pelaku usaha komoditas potensial, baik produsen, eksportir, importir, dan industri untuk memanfaatkan Bursa Berjangka,” kata Indrasari kepada Fortune Indonesia pada pertengahan September.

Melalui bursa berjangka, para pelaku usaha komoditas diharap dapat melakukan lindung nilai (hedging) terhadap harga komoditas, khususnya di tengah commodity super cycle. “Sehingga kalau harga naik-turun mereka tidak peduli, karena mereka sudah hedging atau sudah di-hedge posisinya,” ucap Megain.

Related Topics