MARKET

Optimistis pada Paruh II 2024, Mirae Asset Bidik Nasabah Naik 10%

Apa saja katalis di balik optimisme itu?

Optimistis pada Paruh II 2024, Mirae Asset Bidik Nasabah Naik 10%CEO Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Tae Yong Shim (tengah) dengan Head of Research Mirae Asset, Robertys Hardy (kanan).
25 January 2024
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia memproyeksikan jumlah nasabah bisa tumbuh 10 persen pada 2024 dari sekitar 330.000 nasabah pada akhir 2023.

CEO Mirae Asset Sekuritas, Tae Yong Shim, optimistis minat publik terhadap investasi di pasar modal bakal pulih pada semester II tahun ini menyusul proyeksi pelonggaran kebijakan suku bunga global dan nasional. Ditambah lagi adanya kondisi politik yang diperkirakan bakal berjalan aman.

"Kami yakin seiring dengan prediksi positif analis kami dan sebagian besar pelaku pasar, khususnya di paruh kedua 2024," kata Shim di acara Capital Market in 2024: Towards Bright Possibilities, dikutip Kamis (25/1).

Head of Research Mirae Asset, Robertus Hardy, menambahkan kenaikan minat investasi publik di pasar saham pada 2024 juga ditopang oleh optimisme prediksi pasar yang akan menguat pada semester kedua berkat saham-saham unggulan atau blue chip.

“Ada potensi penurunan suku bunga bank sentral di tingkat global, termasuk BI rate, yang terutama disebabkan oleh inflasi yang terkendali dan sudah ada kejelasan hasil pemilu. Kami masih memprediksi nilai wajar IHSG akan berada pada level 8.100," katanya.

Dua faktor lain penopang IHSG, yakni: investor domestik yang diprediksi masih akan jadi katalis laju IHSG serta total kapitalisasi saham emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar yang masih kecil.

Robert mengatakan, "Total kapitalisasi pasar saham lima emiten terbesar di pasar saham Indonesia sangatlah kecil dibanding pasar saham Asia lain seperti Korea Selatan, Jepang, dan India."

Lima saham blue chip terbesar di Indonesia, yaitu: BBCA, BREN, BBRI, BYAN, BMRI hanya sekitar US$273 miliar, jauh di bawah lima perusahaan terbesar di bursa Korea Selatan, Jepang, dan India yaitu US$628 miliar, US$672 miliar, dan US$691 miliar. Dengan optimisme pasar saham tersebut, Robert menyoroti saham-saham berikut ini: BBCA, BBRI, ACES, MAPI, TLKM, ISAT, dan ASII. 

Inovasi demi topang potensi

Pada 2024, pihak MASI akan meluncurkan platform transaksi saham baru yang didukung oleh teknologi kecerdasan buatan. Perusahaan juga akan menambah layanan yang mampu meningkatkan sifat pengelolaan aset (wealth management).

MASI menilai iklim investasi tahun ini diyakini akan lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu karena pada 2023 kondisi ekonomi makro dunia tidak kondusif terutama karena suku bunga tinggi, panasnya kondisi geopolitik, dan polarisasi politik dunia.

Karena gejolak global tersebut, suku bunga acuan domestik kemudian dinaikkan hingga 6 persen untuk menghadapi potensi gejolak inflasi dan nilai tukar dolar AS. 

Dampaknya, pasar modal domestik tahun lalu juga diwarnai aksi arus keluarnya dana investor asing (capital outflow) senilai Rp6 triliun. Data bursa menunjukkan bahwa nilai transaksi harian saham rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) tahun lalu turun menjadi sekitar Rp11 triliun per hari dari sebelumnya Rp15 triliun per hari pada 2022. 

Di tengah kondisi itu, pangsa pasar Mirae Asset dari sisi frekuensi dan volume transaksi saham masing-masing mencapai 12 persen dan 9 persen pada 2023, walau nilai transaksi menurun karena kurang bergairahnya aktivitas investasi dan transaksi investor ritel di pasar saham. 

Shim mengatakan, "Mirae Asset berhasil menutup tahun 2023 dengan mempertahankan posisi sebagai salah satu perusahaan efek terbesar, terutama dilihat dari sisi volume dan frekuensi transaksi saham."

Selain itu, Mirae Asset juga mempertahankan posisinya sebagai salah satu perusahaan efek dengan permodalan terkuat di Indonesia, yaitu dengan nilai modal kerja bersih disesuaikan (MKBD) pada kisaran Rp1,4 triliun. 

Related Topics