MARKET

Peluang Amerika Resesi Capai 85%, Apa Dampaknya Bagi Indonesia?

Amerika dihantui resesi

Peluang Amerika Resesi Capai 85%, Apa Dampaknya Bagi Indonesia?Ilustrasi resesi ekonomi global. (Pixabay/Elchinator)
22 June 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Amerika Serikat (AS) kembali dihantui resesi. Tingginya inflasi di Negeri Paman Sam telah mendorong The Fed mengambil langkah agresif dalam mendongkrak suku bunga acuan. Lantas, seperti apa dampaknya bagi Indonesia?

“Kami menghadapi inflasi (dengan agresif) dan akan melakukannya semampu kami untuk mengembalikannya ke tingkat yang lebih normal, ke level 2 persen. Kami akan lakukan apapun untuk mewujudkannya,” kata Presiden The Fed Atlanta, Raphael Bostic, dikutip dari Reuters, Selasa (21/6).

Mengacu pada Consumer Price Index (CPI), inflasi AS menyentuh 8,6 persen (YoY) saat ini. Capaian itu merupakan yang tertinggi selama lebih dari 4 dekade terakhir.

Untuk mengatasi inflasi, mayoritas anggota komite pembuat kebijakan moneter (FOMC) The Fed melihat suku bunga di akhir 2022 mencapai 3,4 persen atau di kisaran 3,25 persen–3,5 persen. Proyeksi itu melampaui level netral, yakni 2,5 persen – 2,75 persen.

Suku bunga netral berarti tak memantik perlambatan ataupun mendorong perekonomian. Namun, jika suku bunga makin jauh dari level netral, maka risiko perlambatan ekonomi dan resesi semakin meningkat.

Mengacu pada pola pergerakan harga di pasar modal, JP Morgan memproyeksikan, peluang AS kembali kembali mengalami resesi mencapai 85 persen.

Sepanjang 2022 saja, indeks S&P telah terkoreksi 21,51 persen. JP Morgan menyebut, rata-rata indeks S&P 500 tergerus 26 persen selama 11 resesi yang terjadi.

Sentimen pendorong lain

Obligasi.
Obligasi. (ShutterStock/Hadayeva Sviatlana)

Selain itu, sinyal inflasi AS ditunjukkan oleh inversi imbal hasil (yield) obligasi AS (Treasury). Meski hanya terjadi sesaat, yield Treasury dengan tenor dua tahun sempat melampaui obligasi bertenor 10 tahun.

Normalnya, yield tenor yang lebih lama akan lebih tinggi. Namun, saat inversi, yang terjadi justru sebaliknya.

Riset The Fed San Francisco (2018) menyebut, saat terjadi inversi yield obligasi sejak 1955, maka resesi akan mengikuti selama enam hingga 24 bulan berikutnya. Pada periode itu, inversi yang tak memantik resesi hanya terjadi sekali.

Beberapa dekade selanjutnya, tepatnya pada 2019, inversi yield kembali muncul—disertai dengan resesi. Itu juga dipengaruhi oleh kehadiran Covid-19 untuk pertama kalinya di Cina.

Dampak terhadap Indonesia

Deretan gedung bertingkat di Jakarta, Senin (25/4/2022). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.
Deretan gedung bertingkat di Jakarta, Senin (25/4/2022). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.

Related Topics