Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
DSC09658.JPG
Para pembicara di Capital Market Journalist Workshop 2025, Bali, 14-16 November 2025. (Dok. SRO)

Bali, FORTUNE - Di tengah pergeseran minat investor ritel dan peran investor institusi lokal yang belum maksimal, pasar modal Indonesia memasang target ambisius untuk 5 tahun ke depan: masuk ke peringkat 10 bursa terbaik global. Berbagai strategi pun disiapkan, termasuk dari segi penyesuaian regulasi.

Target itu turut dilandasi pertumbuhan bursa saat ini. Dari sisi kapitalisasi pasar misalnya, yang sudah melampaui target pengembangan berdasarkan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) pada 2025–2029. Dalam peta jalan itu, kapitalisasi pasar modal terhadap PDB ditargetkan mencapai 68 persen pada 2029. Namun, per 7 November 2025, kapitalisasi pasar modal sudah mencapai Rp15.316 triliun (69,18 persen terhadap PDB 2024).

"Kami juga memiliki target dalam peta jalan pasar modal, yaitu pada 2022–2027 itu target kami 70 persen [kapitalisasi pasar terhadap PDB]. Tinggal sedikit lagi. Mudah-mudahan sebelum akhir tahun sudah mencapai 70 persen," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Inarno Djajadi dalam acara Workshop Capital Market Journalist di Bali, November 2025, dikutip Senin (17/11).

Guna merealisasikan itu, diperlukan pendalaman pasar lebih lanjut. Salah satu caranya, dengan meningkatkan batas minimal free float emiten secara bertahap hingga mencapai 25 persen. Tujuannya, memperkuat sisi permintaan.

Sebagai konteks, saat ini, batas minimal free float emiten adalah 7,5 persen. Angka itu lebih rendah dibandingkan batas minimal free float negara-negara tetangga, yakni: Filipina (10 persen), Singapura (10–15 persen), dan Malaysia (25 persen).

"Target kita memang [batas minimum free float] 25 persen, tapi tidak mungkin langsung, karena konsekuensinya itu cukup banyak. Jadi akan dilakukan bertahap," kata Inarno. "Dalam waktu dekat itu akan ditingkatkan ke 10 persen. Berikutnya 15 persen, lalu ke 25 persen."

Yang selanjutnya perlu dipikirkan adalah dampak penyesuaian free float itu terhadap emiten-emiten di bursa. Khususnya, sekitar 38 emiten yang belum memenuhi kriteria free float saat ini.

Karena itu, bursa mengusulkan kepada OJK untuk menyusun kebijakan yang dapat mempermudah rights issue. Saat ini, proses untuk mendapatkan aksi korporasi itu mencakup beberapa tahapan, termasuk pelaksanaan RUPS.

"Kalau ini bisa lebih pendek, artinya penambahan free float atas emiten yang sudah ada juga bisa lebih cepat," kata Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman dalam kesempatan yang sama.

Lebih lanjut, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menambahkan, bursa pun telah menyiapkan draf peraturan untuk menyesuaikan dasar penghitungan free float dari ekuitas menjadi kapitalisasi pasar. Berdasarkan simulasi bursa, skema tersebut diklaim berdampak positif terhadap kenaikan free float emiten.

"Anggaplah dengan metode ekutias, [free float] dia hanya 10 persen. Tapi dengan market cap, dia wajib ke 15 persen. Kami sudah lakukan backtesting 3 tahun," ujar Nyoman kepada pers di Bali, ditemui setelah acara tersebut.

Fokus pada IPO lighthouse

Capital Market Journalist Workshop, Sabtu (15/11) di Bali. (Dok. SRO)

Guna mendukung rencana tersebut, BEI juga akan fokus meningkatkan IPO (Initial Public Offering) perusahaan mercusuar (lighthouse). Itu adalah IPO dengan kapitalisasi pasar minimal Rp3 triliun dan free float 15 persen (atau nilai kapitalisasi pasar free float lebih dari Rp700 miliar).

Sebagai konteks, pada Januari–September 2025, sudah ada 5 IPO lighthouse, mencakup: PT Raharja Energi Cepu Tbk (RATU), PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK), PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk (YUPI), PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA), dan PT Merdeka Gold Resources Tbk (EMAS).

Angka itu masih berpotensi bertambah pada 2025. Berdasarkan catatan Fortune Indonesia, bursa menyebut, masih ada 3 perusahaan mercusuar lagi dalam antrean IPO pada kuartal-IV 2025. Ketiga calon emiten itu berasal dari sektor infrastruktur, pertambangan, dan finansial.

Kedua langkah itu berpeluang membantu meningkatkan permintaan investasi para investor institusi domestik. Sebab, mereka hanya dapat berinvestasi di emiten dengan ukuran atau kapitalisasi besar.

"Makanya kami fokuskan juga lighthouse IPO yang besar, sehingga paling tidak dengan investasi mereka cocok," kata Iman. "Kedua, kami terus berkomunikasi dengan lembaga-lembaga institusi seperti asuransi, dana pensiun, dan sebagainya, untuk mengenalkan mengenai produk-produk kita."

Saat ini, peran investor institusi lokal di pasar modal memang dinilai masih belum maksimal. Sebelum ini, CEO dan Senior Country Officer J.P. Morgan Indonesia, Gioshia Ralie, juga menyoroti tantangan itu.

BPJS Ketenagakerjaan, misalnya, alokasi investasinya ke pasar modal Indonesia baru mencapai sekitar 7 persen. Angka itu jauh lebih kecil dari EPF (Employee Provident Fund) Malaysia, yang sudah menginvestasikan sekitar 43 persen AUM (Asset Under Management) ke pasar modal Malaysia.

"Kalau dana pensiun negara kita sendiri tidak investasi di pasar ekutias domestik, apa yang membuat institusi [internasional dan lokal] mau berinvestasi di sini," kata Gioshia kepada Fortune Indonesia, September 2025.

Kolaborasi SRO

Jajaran direksi SRO pasar modal dan perwakilan OJK, Kamis (31/10), di Labuan Bajo. (Fortune Indonesia/Tanayastri Dini)

Secara menyeluruh, inisiatif strategis BEI hingga 2030 akan berpusat pada 6 aspek utama, yakni: mendemokratisasi akses, terhubung secara global, menjadi partner strategis untuk emiten dan calon emiten, penciptaan nilai sinergis, inovasi produk sesuai pasar, serta data dan teknologi sebagai bisnis inti.

Sejalan dengan itu, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) juga sedang mengembangkan 4 program strategis, mencakup: kajian ICSD (International Central Securities Depository) Linkage, pembaruan C-BEST 4.0, S-INVEST 2.0, dan omnibus settlement.

Direktur Utama KSEI, Samsul Hidayat, mengatakan, inisiatif terkait kajian ICSD Linkage dapat membantu meningkatkan partisipasi investor asing; salah satu PR pasar modal saat ini. Per 7 November 2025, jumlah investor pasar modal mencapai 19,32 juta single investor identification (SID). Dari jumlah itu, investor lokal mencapai 62,77 persen; sedangkan asing 37,23 persen.

"Dengan adanya ICSD Linkage ini akan mempermudah investor asing maupun investor asing dalam melakukan transaksi, baik oleh asing ke Indonesia maupun Indonesia ke luar negeri," kata Samsul.

Untuk pembaruan sistem C-BEST dan S-INVEST, itu dilakukan sejalan dengan rencana pembaruan sistem teknologi informasi pasar modal. Direktur Utama KPEI, Iding Pardi mengatakan, saat ini KPEI dan SRO sedang mengembangkan sistem inti baru yang berkolaborasi dengan Nasdaq.

"Sedang dimulai pengembangannya. Jadi KPEI, BEI, dan KSEI, sama-sama sekarang sistemnya menggunakan Nasdaq," ujar Iding di Bali.

Langkah tersebut diklaim dapat meningkatkan kapasitas sistem mereka hingga 3 kali lipat dari saat ini. Berdasarkan data PT Kliring Penjaminan Efek Indoensia (KPEI), sejak Januari–Oktober 2025, ada peningkatan signifikan pada transaksi bursa. Per Oktober, rata-rata sudah mencapai Rp5,1 triliun per hari.

"Settlement yang kami lakukan sekitar Rp7 triliun, sehingga rata-rata efisiensi yang kami lakukan itu hampir 70 persen pada Oktober 2025 dan 60 persen secara year to date," kata Iding.

Seluruh inisiatif tersebut dilakukan secara paralel. Tujuannya: menjadi bursa terbaik ke-10 di dunia dari sisi kapitalisasi pasar ataupun transaksi harian.

Editorial Team