Ilustrasi Rapat Paripurna di DPR RI (dpr.go.id)
Dalam raker bersama Komisi I DPR RI, Sjafrie menyebut ada empatt sasaran dalam revisi UU TNI. Pertama, memperkuat kebijakan modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) dan industri pertahanan di dalam negeri.
Kedua, memperjelas batasan dan mekanisme pelibatan TNI dalam tugas nonmiliter. Ketiga, meningkatkan kesejahteraan prajurit serta jaminan sosial bagi prajurit.
Keempat, menyesuaikan ketentuan terkait kepemimpinan, jenjang karier, dan usia pensiun, sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Kemudian Sjafrie mengatakan bahwa pemerintah mengapresiasi serta berterima kasih atas upaya DPR RI khususnya Komisi I DPR RI untuk melanjutkan pembahasan RUU ini pada 2025.
“Kami berharap sekiranya Rancangan Undang-Undang ini dapat dibahas secara aman dan lancar, dan memperoleh persetujuan bersama dari DPR RI sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar dia.
Sjafrie juga menjelaskan bahwa UU 34 Tahun 2004 tentang TNI telah menjadi dasar hukum dalam penyelenggaran fungsi, tugas, dan kewenangan TNI sebagai alat pertahanan negara. Tentara Nasional Indonesia merupakan alat negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulan negara.
“Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia mengatur bahwa Tentara Nasional Indonesia dibangun dan dikembangkan secara profesional. TNI adalah tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional, dan tentara profesional,” kata Sjafrie.
Namun, seiring dengan situasi dinamika global saat ini, perkembangan lingkungan strategis serta dinamika ancaman yang makin kompleks, maka perubahan geopolitik dan perkembangan militer global mengharuskan TNI untuk bertransformasi.
“Oleh karena itu, perubahan Undang-Undang TNI diajukan oleh pihak DPR RI, diperlukan untuk memberikan landasan hukum yang lebih jelas terhadap peran TNI pada tugas lain selain perang, tanpa melanggar prinsip demokrasi dan supremasi sipil,” tutur Sjafrie.