Banyak Tantangan, Kemenko PM–UI Uji Standar Pelatihan UMKM Nasional

Jakarta, FORTUNE - Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM) bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia menyelenggarakan Uji Publik Pedoman Standardisasi Pelatihan dan Pendampingan Usaha Masyarakat. Agenda ini menjadi bagian dari langkah strategis Kemenko PM untuk merapikan ekosistem pemberdayaan ekonomi yang selama ini dinilai masih terfragmentasi, sekaligus menghadirkan layanan yang lebih terukur bagi masyarakat. Sasaran utama program ini mencakup UMKM, pelaku ekonomi kreatif, koperasi, Pekerja Migran Indonesia (PMI), serta keluarga mereka.
Uji publik tersebut digelar di Kampus Cikini, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, pada Kamis (18/12). Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Pelindungan Pekerja Migran Kemenko PM, Leontinus Alpha Edison, menyampaikan bahwa dalam merumuskan standardisasi pemberdayaan ekonomi masyarakat, pihaknya telah menjalin kolaborasi intensif dengan FIA UI. Dari kerja sama tersebut, dihasilkan empat luaran utama yang kini memasuki tahap uji publik.
Keempat produk tersebut meliputi Naskah Akademik Standardisasi Program Pelatihan dan Pendampingan, Pedoman Standardisasi Pelatihan dan Pendampingan Usaha Masyarakat, Draf Keputusan Menteri tentang Pedoman Standardisasi Pelatihan dan Pendampingan Usaha Masyarakat, serta 13 Modul Pelatihan dan Pendampingan Usaha Masyarakat. Modul-modul tersebut mencakup pembentukan kelembagaan dan komunitas, yang terdiri atas Modul Umum, Modul Kewirausahaan Lanjutan, dan Modul Sektor Prioritas.
“Untuk itu, kami melaksanakan kegiatan Uji Publik guna mendapat masukan yang kritis dan konstruktif terkait standardisasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat secara nasional,” ungkap Leontinus.
Pada kesempatan yang sama, Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Kreatif dan Kewirausahaan Kemenko PM, Trukan Sri Bahukeling, menuturkan bahwa empat luaran tersebut akan menjadi fondasi implementasi program pelatihan dan pendampingan usaha masyarakat di seluruh Indonesia. Ia menegaskan bahwa dokumen-dokumen ini tidak berhenti pada tataran administratif, melainkan berfungsi sebagai kerangka kerja untuk menjamin mutu pelatihan dan pendampingan usaha.
Naskah Akademik, menurut Trukan, berperan sebagai pijakan ilmiah yang disusun berbasis data primer dan sekunder. Sementara itu, Pedoman dan Modul disiapkan sebagai instrumen operasional dalam pelaksanaan program di lapangan.
“Kami mengundang berbagai pemangku kepentingan dalam Uji Publik hari ini, mulai dari akademisi, asosiasi usaha masyarakat, komunitas, pelatih tersertifikasi, perwakilan industri pelatihan dan pendampingan, perbankan, perwakilan media, pengusaha UMKM, Koperasi, Ekonomi Kreatif, hingga perwakilan masyarakat sipil untuk memberikan masukan dan kritik,” kata Trukan.
Ia menambahkan, uji publik ini dirancang untuk menjaring masukan substantif, kritik, serta rekomendasi atas Pedoman Standardisasi dan 13 Modul Pelatihan Berdaya Bersama sebelum difinalisasi. Penyempurnaan ini ditujukan untuk menghadirkan kerangka bersama yang lebih terarah, adaptif, dan berorientasi pada hasil.
Pedoman tersebut tidak dimaksudkan untuk menyeragamkan seluruh pendekatan pelatihan, melainkan menyediakan rambu mutu dasar agar setiap program, siapa pun penyelenggaranya, mampu menghasilkan pembelajaran yang aplikatif dan berdampak nyata bagi UMKM, koperasi, pelaku ekonomi kreatif, dan pekerja migran. Melalui proses yang partisipatif, Kemenko PM memastikan Pedoman dan Modul Berdaya Bersama benar-benar responsif terhadap kondisi di lapangan serta siap diterapkan secara nasional.
Tantangan pemberdayaan ekonomi masyarakat
Leontinus juga mengungkapkan bahwa program pemberdayaan ekonomi masyarakat selama ini masih dihadapkan pada sejumlah tantangan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Berdasarkan temuan lapangan, berbagai program yang berjalan cenderung terpisah-pisah dan belum memiliki standar pelaksanaan yang jelas di setiap wilayah.
Komposisi penerima manfaat program pemberdayaan ekonomi saat ini didominasi oleh UMKM sebesar 45 persen, disusul koperasi 25 persen, pelaku ekonomi kreatif 20 persen, dan kelompok lainnya 10 persen. Sementara itu, hampir 30 persen kegiatan pelatihan dan pendampingan berlangsung di lokasi yang sama. Dari sisi metode, workshop singkat berdurasi satu hingga dua hari mendominasi dengan porsi 67 persen, diikuti mentoring jangka menengah 18 persen dan coaching intensif 10 persen.
“Kondisi ini disebabkan oleh variasi model dan modul pelatihan yang sangat beragam, sehingga output program belum secara optimal menjawab kebutuhan penerima manfaat,” ungkap Leontinus.
Sebagai respons atas tantangan tersebut, Kemenko PM menggagas program “Berdaya Bersama” yang menjadi bagian dari inisiatif unggulan “Perintis Berdaya”. Program ini dirancang sebagai intervensi kebijakan untuk menyatukan dan menstandarisasi program pemberdayaan ekonomi, khususnya pada aspek pelatihan dan pendampingan usaha masyarakat. Inisiatif ini sekaligus merupakan bagian dari mandat Kemenko PM dalam memperkuat tata kelola pelindungan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Menurut Leontinus, semangat Berdaya Bersama adalah memastikan kehadiran negara melalui program yang koheren, terukur, dan memberikan dampak nyata dari hulu ke hilir. “Program pelatihan dan pendampingan harus memiliki acuan standar kompetensi dan indikator keberhasilan yang selaras, terlepas dari di Kementerian/Lembaga, institusi dan/atau industri penyelenggaran pelatihan manapun itu dilaksanakan. Ini adalah wujud komitmen kami untuk melindungi dan memberdayakan warga negara, termasuk para purna PMI,” ujarnya.


















