NEWS

Jokowi Kejar Hilirisasi Batu Bara untuk Tekan Impor Elpiji dan Subsidi

DME dapat mengurangi subsidi APBN hingga Rp70 triliun.

Jokowi Kejar Hilirisasi Batu Bara untuk Tekan Impor Elpiji dan SubsidiPresiden Jokowi melakukan groundbreaking proyek hilirisasi batu bara menjadi DME, di Muara Enim, Sumsel, Senin (24/1). (dok.Setkab)
24 January 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mendorong kebijakan hilirisasi batu bara menjadi dimetil eter (DME). Hal ini diharapkan bisa menekan impor LPG (Liquid Petroleum Gas) yang mencapai Rp80 triliun atau sekitar 75 persen dari total kebutuhan.

Menurutnya, proyek hilirisasi industri batu bara ini tidak hanya menjadi nilai tambah bagi masyarakat, tapi juga menciptakan lapangan kerja. Di sisi lain, Indonesia juga memiliki banyak bahan baku yang bisa dimanfaatkan. 

"Hampir mirip dengan LPG, tadi saya sudah melihat bagaimana api kalau yang dari DME untuk memasak dan api yang dari LPG kalau untuk memasak, sama saja,” ujar Jokowi saat dalam seremoni peletakan batu pertama (groundbreaking) proyek hilirisasi pada Senin (24/1) di Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan,  dilansir dari laman resmi Setkab, Senin  (24/1).

Oleh karenanya, pemerintah akan mengejar transisi LPG ke DME, sekaligus mengurangi subsidi dari APBN yang mencapai Rp60 hingga Rp70 triliun rupiah. “Selain kita bisa memperbaiki neraca perdagangan kita karenatak  impor, kita bisa memperbaiki neraca transaksi berjalan kita karena tidak impor,” katanya.

Pembangunan pabrik DME

Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan, mengatakan bahwa harapan Presiden terhadap transisi menuju DME sangat mungkin terjadi bila program ini berjalan dengan baik.

“Jika pemerintah tidak mengambil tindakan untuk memulai membangun pabrik DME, saya khawatir nanti DME ini tidak berjalan, meskipun memang butuh inovasi kembali agar investasi ini bisa lebih murah,” ujarnya saat dihubungi Fortune Indonesia (24/1).

Menurutnya, langkah pemerintah ini sudah tepat dan bisa diikuti dengan lebih mengoptimalkan program lain untuk menekan impor LPG.

“Seperti program jaringan gas dan kompor induksi atau kompor listrik. Jika ini bisa berjalan beriringan dengan DME, maka impor LPG akan semakin kecil. Mungkin hanya perlu insentif-insentif saja agar bisa diterima oleh masyarakat,” kata Mamit.

Nilai ekonomis DME

Terlepas dari potensi DME untuk menggantikan LPG, Mamit mengkhawatirkan tentang kepastian harganya, saat diterapkan ke masyarakat. Pasalnya, hingga kini belum ada yang dapat memastikan nilai ekonomis DME dibanding LPG, mengingat investasinya sangat besar.

“Selain itu, perlu ada sosialisasi kepada masyarakat jika nanti sudah berjalan, agar masyarakat bisa merasa aman dengan menggunakan LPG. Jika harga tinggi dan tidak sesuai dengan kemampuan daya beli masyarakat, maka pemerintah harus memberikan subdisi agar harga terjangkau,” ucap Mamit.

Related Topics