Selain Konsumen, Kenaikan Harga Pangan Juga Tekan Daya Beli Petani
Dua dari tiga petani di Indonesia adalah net food consumers.
Jakarta, FORTUNE – Kenaikan harga pangan yang terjadi belakangan nyatanya melemahkan konsumen rumah tangga dan turut menekan daya beli para petani.
“Kenaikan harga pangan belum tentu berdampak positif bagi pendapatan petani karena petani Indonesia rata-rata menguasai lahan yang kecil. Hampir 60 persen rumah tangga pertanian mengelola lahan yang luasnya kurang dari 0,5 hektare atau masuk dalam kategori gurem,” kata Head of Agriculture Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta dalam pernyataannya, Senin (5/9).
Penelitian CIPS menyebutkan dua per tiga petani di Indonesia adalah net food consumers. Artinya para petani juga mengonsumsi dan membeli pangan lebih banyak dari pada pangan yang mereka tanam. Untuk itu, harga pangan yang tinggi akan memengaruhi daya beli para petani.
Petani kecil menyumbang sekitar 90 persen dari toal produksi beras di Indonesia. Berdasarkan data BPS, Nilai Tukar Petani (NTP) pada Agustus 2022 adalah 106,31 atau naik 1,97 persen dibandingkan dengan NTP bulan sebelumnya.
Namun demikian, jika dilihat lebih mendalam NTP petani tanaman pangan hampir selalu mengalami defisit (<100). Sepanjang Januari-Agustus 2022, NTP petani tanaman pangan hanya 97,97. Nilai ini merupakan penurunan dari NTP petani tanaman pangan sepanjang 2021, yaitu 98,21.
Perlu ada kebijakan konkret bagi petani
Aditya menambahkan meningkatkan daya saing petani merupakan suatu hal yang perlu diikuti kebijakan konkret. Penelitian CIPS menunjukkan akses petani terhadap input pertanian berkualitas perlu diprioritaskan supaya mereka bisa menggunakannya sesuai dengan kebutuhan.
Kenyataan di lapangan adalah, adopsi Kartu Tani berjalan lambat. Hal ini pun turut memengaruhi akses petani kepada input pertanian.
Selain itu, dibutuhkan evaluasi pada penerima subsidi input pertanian seperti pupuk bersubsidi. Dibutuhkan kriteria yang jelas sehingga pada waktunya penerima subsidi bisa lulus dan berdaya sehingga subsidi bisa dialihkan ke sektor lain yang lebih produktif.
Perbaikan dan pembangunan infrastruktur pendukung pertanian juga diperlukan untuk menambah efisiensi proses produksi.
Modernisasi pertanian juga harus dilakukan
Aditya mengambil contoh produksi telur. Menurutnya, pembangunan infrastruktur dapat mendorong terciptanya rantai pasok yang lebih efisien melalui pembangunan jalan yang mempermudah pengangkutan pakan dari sentra produksi ke peternakan. Kehadiran infrastruktur dapat membuat proses distribusi jagung untuk pakan ternak dapat dilakukan dengan biaya lebih murah.
Modernisasi lewat penggunaan teknologi dapat dilakukan melalui investasi pada sektor pertanian. Selain mendapatkan sumber daya untuk penggunaan alat-alat yang lebih modern, proses transfer teknologi juga akan mengembangkan kapasitas petani-peternak.
“Pemerintah perlu mewaspadai naiknya harga beberapa komoditas pangan. Pergerakan harga seharusnya sudah bisa diwaspadai sejak awal tahun agar tidak terjadi peningkatan yang tidak bisa dijangkau oleh masyarakat. Selain memastikan kelancaran perdagangan pangan, fluktuasi harga bisa dicegah dengan membuat rantai distribusi pangan menjadi lebih efisien,” kata Aditya.