NEWS

Mahfud MD Curiga Ada Anak Buah Sri Mulyani Mau Tutupi TPPU di Kemenkeu

PPATK buka suara ihwal dugaan TPPU di Kemenkeu.

Mahfud MD Curiga Ada Anak Buah Sri Mulyani Mau Tutupi TPPU di KemenkeuMenko Polhukam Mahfud MD (kanan) memberikan keterangan pers usai menerima hasil laporan pemantauan dan penyelidikan peristiwa kematian Brigadir J dari Komnas HAM di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (12/9/2022).ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.

by Hendra Friana

30 March 2023

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, membagi kecurigaannya kepada Komisi III DPR RI dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU), Rabu (29/3), atas keberadaan anak buah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang coba menutupi tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkungan Kementerian Keuangan.

Pasalnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah mengirim surat imbauan ke Kemenkeu agar dilakukan pemeriksaan mengenai dugaan TPPU pada 13 November 2017. Namun, ketika bertemu dengan Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, Mahfud mendapat jawaban bahwa surat tersebut tidak ada di Kemenkeu.

Surat yang dimaksud adalah dokumen dugaan TPPU di Direktorat Bea dan Cukai yang terdeteksi pada 2014–2016. PPATK menyerahkan langsung dokumen tersebut kepada pejabat Kemenkeu karena menyangkut isu sensitif. Salah satu penerimanya adalah Heru Pambudi yang menjabat Diretur Jenderal Bea Cukai saat itu.

Berdasarkan pemeriksaan PPATK, subjek terlapor dalam dugaan TPPU tersebut melakukan transaksi Rp180 triliun dalam kurun waktu tersebut. Namun karena tidak ada tindak lanjut, PPATK kembali mengirimkan dokumen kasus yang sama pada 2020 dengan tambahan data dugaan transaksi TPPU dari terlapor yang sama dari 2017 hingga 2019. Total transaksinya mencapai Rp189 triliun—berbeda dari transaksi Rp180 triliun pada kurun 2014–2016.

Dengan demikian, jumlah dugaan transaksi mencurigakan untuk subjek yang sama dalam kurun 2014–2020 mencapai Rp350 triliun.

Belakangan, dalam keterangannya di Komisi XI, Sri Mulyani hanya menyebut satu surat dengan nilai transaksi jumbo, yakni Rp189 triliun, sementara transaksi dengan subjek terlapor sama pada 2017 tidak disinggung.

Penjelasan PPATK

Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, mengatakan lembaganya pada 2017 juga telah mengundang Kemenkeu untuk menjelaskan temuan dalam dokumen tersebut dan dihadiri oleh Direktur Jenderal Bea Cukai dan Inspektur Jenderal Kemenkeu.

Namun setelah penjelasan tersebut, PPATK terus mendapatkan laporan dari perbankan terkait transaksi mencurigakan dari subjek yang sama.

"Kenapa kami melakukan pemeriksaan ulang? Karena subjek terlapor tadi melakukan pola transaksi dengan mengubah entitas. Tadinya dia aktif di suatu daerah, pindah ke tempat lain. Tadinya menggunakan nama tertentu, dia pindah ke nama lain. Sehingga kami kemudian berasumsi, dan asumsi itu kemudian sesuai dengan faktanya: yang bersangkutan paham [tengah] menjadi objek pemeriksaan PPATK," kata Ivan.

PPATK dalam laporan pemeriksaan pada 2020 tidak menyebutkan bahwa transaksi Rp189 triliun itu merupakan lanjutan pemeriksaan atas subjek terlapor yang sama dengan 2014-2016 yang laporannya telah disampaikan pada 2017, katanya.

Karena itu, dalam pertemuan dengan Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenkeu pada 14 Maret, mereka hanya berfokus pada laporan transaksi mencurigakan dalam kurun 2017–2019.

"Irjen mengatakan bahwa hasil pemeriksaan pertama memang tidak ada berkasnya, tidak ada jejaknya di Kemenkeu. Sehingga [kami] membahas yang Rp189 triliun. Tapi sebenarnya Rp189 triliun itu adalah kasus yang sama [dengan laporan 2017]," ujarnya.