NEWS

Pertamina Alokasikan 19 Persen Belanja Modal untuk EBT

Proyek EBT Pertamina mulai dari panas bumi hingga EV.

Pertamina Alokasikan 19 Persen Belanja Modal untuk EBTMenteri ESDM,Arifin Tasrif, beserta Dirut Pertamina, Nicke Widyawati. (dok. Kementerian ESDM)

by Hendra Friana

12 September 2022

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menyampaikan perusahaanya telah menggelontrkan belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar 19 persen untuk pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT).

Meski jumlahnya masih rendah, persentase tersebut menurutnya lebih baik ketimbang proporsi capex EBT yang dialokasikanperusahaan-perusahaan energi global hingga saat ini.

"ita lihat rata-rata global energy company berapa sih mereka spending? Itu 9 persen. Jadi yang kami alokasikan sudah lebih besar dari benchmark perusahaan-perusahaan dunia," ujar Nicke di Komisi VII DPR pekan lalu.

Menurut Nicke, jumlah tersebut juga mempertimbangkan kondisi perekonomian domestik yang belum mampu melakukan transisi energi secara drastis. Sebab, hingga saat ini, energi fosil--termasuk BBM yang mereka produksi--masih lebih murah ketimbang EBT.

Jika proporsi capex EBT terlalu besar dan transisi besar-besaran dilakukan, ia khawatir harga energi justru melambung dan menambah beban masyarakat. 

"Karena dengan kebutuhan energi yang hari ini sangat besar, kita tidak bisa serta-merta mengalihkan fossil energi ke EBT. Ini yang terjadi di negara lain, jadi kita tetap membalance, dua-duanya kita jalankan (Capex EBT dan non-EBT)," tuturnya.
Di luar capex 19 persen untuk EBT, Nicke mengatakan 60 persen belanja modal perusahaannya diarahkan untuk pengembangan industri hulu migas, dan 30 persen untuk pengembangan kilang. Keduanya memiliki tujuan serupa: yakni meningkatkan pasokan BBM untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat.

Proyek-proyek EBT Pertamina

Nicke juga menjelaskan sejumlah contoh proyek EBT yang dikembangkan perusahaan. Pertama, pembangkit panas bumi (geothermal) yang dioperasikan Pertamina Geothermal Energy. "Pertama kita punya geothermal, dan yang dioperasikan baru sekitar 7-8 persen. Jadi masih banyak potensi yang bisa dikembangkan," tuturnya.

Kemudian, energi berbasis nabati seperti biodiesel juga terus dikembangkan oleh perusahaan. Menurut Nicke, proyek ini bergantung ada pasokan CPO serta ketangguhan kilang yang dikelola Pertamina.

Selain itu, Pertamina juga akan mengembangkan bahan bakar berbasis etanol. Di negara tetanga seperti Thailand, kata Nicke, program ini telah dikembangkan seperti program mandatori biodiesel di Indonesia.

"Thailand sudah 12 persen. E12. Kita sudah mulai kalau sebelumnya kita B10 sampai B30, nanti kita akan mulai dengan E5, E10 dan seterusnya, oleh karena itu kita harus membangun etanol," jelasnya.

Selain itu, dengan pencampuran etanol dengan metanol yang dikembangkan perseroan, pemerintah juga bisa menurunkan impor gasoline di tahun-tahun mendatang. "Seperti halnya kita jadi mandiri untuk gas oil mulai 2019 karena kita sudah berhasil menerapkan B30. Ini yang akan dilakukan," tuturnya.

Program selanjutnya adalah green hidrogen yang bisa dihasilkan dari pembangkit geothermal  perusahaan. "Kita proses langsung jadi green hidrogen. Air, angin, gas, bisa kita jadikan hidrogen. blue and green hidrogen ini jadi energi masa depan dan demandnya sudah mulai naik," tuturnya.

Terakhir adalah masuk dalam ekosistem baterai kendaraan listrik melalui konsorsium BUMN Indonesia Baterai Corporation (IBC). "Karena itu lah 19 persen capex kami alokasikan, termasuk masuk ke ekosistem EV," tandasnya.